Rancangan Undang-Undang Pertanahan ini kelak harus menjadi solusi atas konflik agraria/konflik pertanahan yang selama ini terjadi sekaligus mengeliminir potensi konflik pertanahan di kemudian hari,"
Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang-Undang Pertanahan yang saat ini sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan tidak mengingkari semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Pokok Angraria No.50 Tahun 1960.

"Rancangan Undang-Undang Pertanahan ini kelak harus menjadi solusi atas konflik agraria/konflik pertanahan yang selama ini terjadi sekaligus mengeliminir potensi konflik pertanahan di kemudian hari," kata anggota Panja RUU Pertanahan Komisi II DPR Zainul Ahmad dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu.

Menurut Zainul, RUU Pertanahan harus secara tegas memuat tiga hal pokok, yakni kepastian hak atas tanah, perencanaan penggunaan tanah, serta pengakuan dan penghormatan negara atas hukum adat terkait dengan penguasaan dan kepemilikan tanah ulayat/adat, maupun tanah yang menjadi waris turun temurun secara adat.

Ia mengatakan agar UU ini kelak sinergis dengan UU lain yang berkaitan dengan penataan kawasan/tanah, juga dengan pengelolaan sumber daya alam, maka diperlukan `single map` sebagai bagian dari penataan pengelolaan pertanahan.

Sementara itu Ketua Forum Indonesia untuk Keadilan Agraria Asep Yunan Firdaus berharap agar RUU Pertanahan ini tidak menghilangkan UU Agraria. "Tetapi diharapkan memperkuat," katanya.

Menurut Asep, saat ini kasus di pengadilan negeri di berbagai daerah yang paling banyak adalah kasus perdata yang menyangkut kasus sengketa tanah dan kerap menjadi konflik, seperti di Mesuji (Lampung) dan Sape (Bima, NTB).

"FIKA berharap untuk mengatasi berbagai kasus masalah tanah ini dibentuk badan atau komisi khusus peradilan pertanahan," kata Asep.

Anggota DPD RI Anang Prihantoro juga sepakat dengan usulan adanya kementerian dan komisi khusus tersebut dan tetap melibatkan daerah. Menurutnya keputusan lembaga itu harus bersifat final, tak ada banding.

"Jangan seperti pengadilan hukum formal, karena justru inilah yang ditunggu-tunggu oleh investor dan mafia tanah di mana mereka dipastikan akan menang dan semuanya bisa selesai dengan uang," katanya.

(J004/S024)

Pewarta: Jaka Suryo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013