Jakarta (ANTARA News) - Seorang anggota DPR yang membidangi masalah pertambangan, Nizar Dahlan, mendesak Direktur Utama PT Newmont Pacific Nusantara, Noke Kiroyan, agar mencabut ucapannya tentang penentuan calon pemegang hak eksplorasi tambang emas Martabe yang tidak bisa diganggu gugat lagi. "Kantor Pusat Newmont di Denver Colorado Amerika Serikat sudah mempunyai Memorandum of Understanding dengan PT Pukuafu Indah milik Jusuf Merukh. Pukuafu mempunyai opsi pertama untuk membeli saham PT Newmont Horas Nauli yang mengelola tambang emas Martabe," kata Nizar Dahlan kepada pers di Jakarta, Jumat. Nizar yang memang merupakan ahli geologi dan pengamat masalah pertambangan emas mengingatkan Newmont Pacific Nusantara, bahwa Pukuafu bisa saja menggugat perusahaan asing tersebut jika ternyata mengingkari MoU tersebut. Jika gugatan itu sampai dilakukan, maka hal itu bisa mengakibatkan saham Newmont di bursa New York menjadi jatuh. Anggota dewan ini juga mengatakan bahwa Dirut Newmont Noke Kiroyan tidak memiliki hak untuk menyatakan bahwa keputusan soal hak eksplorasi tambang emas Martabe tidak bisa diganggu gugat, karena Newmont Pacific Nusantara tidak mengurusi pertambangan emas tersebut. Anggota Komsi VII DPR ini, juga mengatakan Dirjen Batubara, Mineral dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Simon Sembiring tidak berhak ikut campur dalam masalah pengalihan saham PT Newmont Horas Nauli kepada PT Pukuafu Indah senilai 115 juta dolar AS. "Dirjen Sembiring tidak berhak mencampuri masalah ini (jual beli saham, red) karena hal itu tidak termasuk dalam domain wewenangnya," kata Nizar Dahlan. Perselisihan mulai timbul ketika Jusuf Merukh dinyatakan kalah dalam lelang hak eksplorasi tambang emas Martabe di Sumatera Utara. Protes ini disampaikan Merukh kepada Departemen ESDM karena ia sebelumnya sudah dijanjikan akan menjadi pemegang hak eksplorasi Martabe milik PT Newmont Horas Nauli (NHN). Departemen ESDM bersama Newmont justru akhirnya menetapkan Agincourt Resources dari Australia dan PT (Persero) Aneka Tambang bersama konsorsiumnya dari Afrika Selatan dan Malaysia sebagai peserta yang berhak ikut lelang selanjutnya untuk menjadi pemegang hak eksplorasi Martabe itu. Ketika menanggapi keikutsertaan BUMN Antam tersebut, anggota DPR ini menyampaikan dugaannya bahwa pemerintah menjadikan Antam "sebagai alat" untuk mengakuisisi tambang Martabe dan kemudian menyerahkannya kepada perusahaan asing. "Kalau Antam memang merupakan perusahaan yang solid, maka minimal harus membeli sahamnya Martabe 50 persen," katanya sambil mengungkapkan bahwa informasi yang diperolehnya menyebutkan saham Antam dalam konsorsium ini hanya 20 persen sedangkan Afrika Selatan menguasai 30 persen dan sisanya oleh pengusaha Malaysia. Sementara itu, Dirjen Batubara, Mineral dan Panas Bumi Departemen ESDM, Simon Sembiring dalam kesempatan terpisah mengatakan kepada pers bahwa protes Jusuf Merukh itu seharusnya ditujukan kepada Newmont, bukannya pemerintah terutama Departemen ESDM. "Biar saja Newmont yang menjawabya," kata Simon. Ia bahkan mengharapkan Newmont bisa segera menyelesaikan masalah hak eksplorasi ini agar setelah keputusan final diambil tidak ada lagi masalah ataupun protes. Sementara itu, Jusuf Merukh sendiri masih belum bisa dimintai komentarnya tentang masalah ini. (*)

Copyright © ANTARA 2006