Ini semata soal kemauan"
MJ Rosenberg adalah peneliti senior kebijakan luar negeri pada Media Matters Action Network.

Pada 1980-an dia pernah bekerja untuk AIPAC (American Israeli Public Affairs Committee), organisasi yang amat berkuasa dan menjadi komponen utama lobi pro Israel di Amerika Serikat.

Pada 1983, Rosenberg menanyakan satu hal sensitif kepada Direktur Eksekutif AIPAC, Tom Dine, mengenai kemungkinan seorang Presiden Amerika menentang lobi Israel, demi kepentingan nasional Amerika.

Pertanyaan Rosenberg merujuk pendudukan Israel di Tepi Barat dan Gaza sejak 1967 sehingga Israel dan Palestina sukar berdamai, sementara persoalan ini menjadi sumber kemarahan dunia Arab dan Muslim terhadap AS.

Rosenberg khawatir Presiden AS tak lagi bisa melawan lobi Yahudi, padahal kepentingan nasional AS di dunia dipertaruhkan.

Saat itu, gara-gara lobi, AS tak bisa mendapat untung besar dari penjualan senjata kepada dua sekutu AS di Arab, yaitu Yordania dan Saudi Arabia, karena Kongres AS yang dilobi AIPAC menentang penjualan senjata ke Arab itu.

Rosenberg bertanya pada Dine, "Bagaimana bisa Amerika Serikat membuat Israel bertahan dengan daerah yang didudukinya, ketika dengan jelas dunia Arab siap melakukan perdamaian, dan faktanya menjadi kian jelas lagi setelah Kesepakatan Oslo 1993 antara Israel dan the PLO?

Dine menjawab, sekalipun dia berharap hari itu akan tiba manakala para pemimpin Israel (juga lobi Yahudi di AS) siap berkompromi, dia tak yakin seorang presiden AS bisa memaksa Israel melakukan hal yang tak diinginkannya, karena begitu berpengaruh dan kuatnya AIPAC dan sekutu-sekutu lobi Yahudi dalam Kongres AS.

Tapi dia mengingatkan, "Tentu saja, jika seorang presiden (AS) menekan lebih keras, dan meyakinkan rakyat Amerika bahwa konflik Israel-Palestina telah merusak kepentingan AS, dan dia punya rencana untuk mengakhirinya, maka si presiden akan menang (melawan lobi Yahudi)."

Dine memaparkan, "Maksud saya, AIPAC tak punya pilihan selain mendukung presiden. Kami tak bisa mengalahkan presiden yang bisa meyakinkan AIPAC serta Kongres, dan menandaskan hak  prerogatifnya sebagai Presiden Amerika Serikat, atau bahkan lebih dari itu, demi kepentingan nasional (AS)."

Dine berusaha mengatakan bahwa warga Yahudi Amerika tak akan sudi dianggap menomorsatukan kepentingan Israel dari kepentingan Amerika, karena (1) itu akan buruk bagi Yahudi, dan (2) warga Yahudi Amerika adalah warga Amerika yang harus mendahulukan kepentingan negaranya sendiri.

Intinya, boleh-boleh saja mendukung mati-matian Israel, asal kepentingan AS itu juga ada di dalamnya. Sebaliknya, jika tak menguntungkan kepentingan AS, mengapa presiden AS harus takut pada lobi Yahudi. 

Itulah mengapa lobi Yahudi terusik berat kala pemerintahan Ronald Reagan menyebut penentangan AIPAC atas kebijakan menjual senjata ke Arab Saudi sebagai jawaban yang salah untuk pertanyaan  "(pilih) Reagan atau (mantan perdana menteri Israel Menachem) Begin?" . 

Pertanyaan inilah yang membuat permintaan Reagan menjual senjata ke Arab Saudi, diluluskan Kongres AS.

Warga Yahudi Amerika tak akan membiarkan kesan bahwa mereka menomorduakan Amerika.  Menentang seorang presiden yang memperjuangkan kepentingan nasionalnya, akan tiada artinya.

Kini, Presiden Barack Obama memilih Chuck Hagel yang disebut-sebut anti-Israel, sebagai Menteri Pertahanan.

Sekalipun pilihan presiden ini bukan perkara kepentingan nasional, tapi ini menyangkut hak prerogratif seorang presiden Amerika. Lagi pula, Departemen Pertahanan menjadi perlambang kepentingan nasional AS.

Begitu Presiden Obama jelas mengatakan dia mencalonkan Chuck Hagel, maka manuver AIPAC usai sudah.

Tentu saja AIPAC membantah berusaha menjegal Hagel. Tapi untuk seseorang yang pernah bekerja untuk AIPAC, Kongres dan Departemen Luar Negeri selama 20 tahun, Rosenberg tahu banyak bahwa apapun yang menyangkut Israel, lobi AIPAC akan gentayangan campur tangan.

Kenyataannya, AIPAC sangat provokatif terhadap Hagel. Para pakar dan sekutu lobi Yahudi ini luas dikutip media sebagai orang-orang yang menyuarakan seruan tidak memilih Hagel.

"Jujur saja, saya terkejut Presiden (Obama) mengabaikan penentangan lobi Israel ini.  Saya yakin sekali lobi ini tak bisa dikalahkan, kendati saya selalu mengingatkan pada lobi ini andaikan ada seorang presiden (AS) yang keras melawan mereka," kata Rosenberg dalam tulisan opininya di Aljazeera.com.

Obama ternyata melakukannya, dan Chuck Hagel hampir pasti menjadi Menteri Pertahanan yang baru.

Tapi itu harus menunggu implikasinya bagi perdamaian.

Sebagaimana Dine katakan pada Rosenberg beberapa tahun lalu, jika seorang presiden Amerika memaksakan kesepakatan perdamaian yang menguntungkan kepentingan AS di samping juga tidak merugikan Israel, maka presiden itu akan menang.

Ini artinya, Obama bisa memaksakan pengakhiran pendudukan Israel di Palestina dan pembentukan negara Palestina di tanah yang diduduki Israel sejak 1967. 

Sepanjang keamanan Israel tidak terganggu, maka presiden Amerika ini akan jaya. Artinya, pengakhiran pendudukan dijamin tidak akan merugikan kemanan Israel.

AIPAC tak akan menghalang-halangi seorang presiden yang ingin mengakhiri konflik Israel-Palestina, asalkan menguntungkan kedua belah pihak.

Ini seperti kata-kata pendiri Zionisme modern, Theodor Herzl, "Jika Anda berkemauan, maka itu bukan lagi impian."

Obama telah membuktikan itu dengan memilih Hagel.  Ini semata soal kemauan.

sumber: aljazeera.com

Penerjemah: Jafar M Sidik
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013