Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin RSCM Sri Linuwih SW Menaldi mengatakan bahwa pengobatan melalui Multi Drug Treatment (MDT) dapat membantu memutuskan mata rantai penularan penyakit kusta dalam masyarakat.

“Kusta adalah penyakit pada kulit dan saraf yang disebabkan oleh bakteri Mycrobacterium leprae. Dia penyakit menular dengan daya tular yang rendah tapi bisa mengenai usia anak hingga dewasa,” kata Sri dalam Temu Media NTD’s Day yang diikuti di Jakarta, Senin.

Sri menuturkan kusta merupakan sebuah penyakit dengan masa inkubasi yang lama dan proses pengobatan yang panjang tapi tetap bisa diobati dan disembuhkan.

Infeksi kusta yang disebabkan oleh bakteri bisa menyerang tangan, kaki dan mata. Dalam beberapa kasus bisa membuat penderitanya mengalami disabilitas yang disebabkan akibat luka yang tidak disadari karena mati rasa hingga peradangan saraf akut.

Kusta sendiri terbagi menjadi dua berdasarkan tipenya yakni Tipe Pausibasiler (PB) atau kusta kering dan tipe Multibasiler (MB) atau kusta basah. Kedua tipe ini mempunyai proses pengobatan yang berbeda.

Sri menekankan melalui MDT yang sudah tersedia secara gratis di puskesmas, MDT tidak hanya bisa memutus rantai penularan tetapi juga mencegah resistensi obat, meningkatkan keteraturan berobat, memperpendek masa pengobatan hingga mencegah terjadinya cacat atau cacat berlanjut.

MDT pun terbagi menjadi dua yakni lini pertama dan kedua. Pada lini pertama, tenaga kesehatan akan menjalankan tata laksana yang sesuai dengan ketetapan Kemenkes yang mengacu pada Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Penderitanya akan diberikan kapsul rifampisin, kapsul lunak klofazimin (lampren) dan tablet dapson yang takarannya disesuaikan dengan usia pasien. Namun bagi lini kedua, hanya bisa diberikan jika pasien berada dalam kondisi khusus, misalnya mempunyai alergi terhadap salah satu atau lebih rangkaian obat MDT lini pertama.

“MDT lini kedua juga bisa diberikan pada orang yang kebal terhadap obat MDT, mempunyai efek obat yang sulit ditoleransi juga ibu hamil dan menyusui. Rujukan ke fasilitas kesehatannya yang akan lebih tinggi,” katanya.

Sri melanjutkan pengobatan MDT di lini kedua dilakukan dengan mengganti obat yang bersifat antibakteri. Dengan dosis dan lama pemberian disesuaikan dengan panduan. Hanya saja obatnya tidak tersedia secara gratis.

Selain MDT ada pula obat kemoprofilaksis guna mencegah terjadinya kusta. Tujuannya adalah untuk menurunkan risiko terjadinya penyakit kusta di antara orang-orang yang melakukan kontak erat dengan penderita atau masyarakat.

Pemberian kemoprofilaksis juga harus disesuaikan dengan syarat pemberian yakni obat diberikan pada penduduk yang menetap paling singkat tiga bulan di daerah yang memiliki penderita kusta. Kemudian, usianya sudah lebih dari dua tahun.

Syarat lainnya adalah tidak sedang dalam terapi rifampisin dalam kurun waktu dua tahun terakhir, tidak sedang dirawat di rumah sakit, tidak memiliki kelainan fungsi ginjal maupun hati, bukan suspek tuberkulosis (TBC) dan bukan suspek kusta atau terdiagnosis kusta.

"Jadi kepada media, tolong sebarkan bahwa kusta dapat diobati dan disembuhkan. Kalau ada yang bilang kusta itu kutukan akibat dosa dan menyebabkan jari putus itu hanya mitos," ucapnya.


Baca juga: Kemenkes sebut pentingnya deteksi dini tangani penyakit kusta
Baca juga: Kemenkes: Alokasi APBD rendah tantangan penanggulangan kusta di daerah

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023