Malang (ANTARA) - Universitas Brawijaya (UB) mendampingi masyarakat di wilayah Malang Raya (Kota dan Kabupaten Malang, Kota Batu) untuk mengatasi sekaligus menekan angka stunting dan gizi buruk di wilayah itu.

Rektor UB Prof Widodo dalam rilis yang diterima di Malang, Jawa Timur, Rabu, mengemukakan dalam setiap kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, UB melakukan pendampingan masyarakat terkait stunting dengan melibatkan lebih dari 800 mahasiswa dan dosen di wilayah Malang Raya dalam Program KKN Tematik pada 2022.

"Selain masalah stunting, UB juga mempersiapkan permasalahan yang akan muncul saat terjadi ledakan penduduk lanjut usia," katanya saat membuka acara The 2nd South East Asia Biennial Conference on Population and Health Related to Stunting (SEAA) 2022 di Gedung Samantha Krida UB pada Selasa (4/10).

Prof Widodo mengatakan berbagai penelitian telah dilakukan untuk mempersiapkan dan mencari alternatif nutrisi serta pangan yang diharapkan dapat mengurangi berbagai masalah yang menyertai penuaan.

Baca juga: Rektor UB: Tri Dharma PT bantu mahasiswa percepat turunkan stunting

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan angka stunting di Indonesia mengalami penurunan dibandingkan tahun lalu.

Berdasarkan data SSGI 2021, angka stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen, sedangkan di Jawa Timur sebesar 23,5 persen.

Hasto menambahkan selain masalah stunting, Indonesia juga segera dihadapkan pada ledakan penduduk lanjut usia pada tahun 2035, di mana Indonesia akan mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56 persen) pada 2010, menjadi 25,9 juta jiwa (9,7 persen) pada 2019, dan diperkirakan terus meningkat hingga mencapai 48,2 juta jiwa (15,77 persen) pada tahun 2035.

"Saat terjadi ledakan penduduk usia lanjut, sumber daya manusia (SDM) usia produktif yang berkualitas berubah, karena terjadinya dependensi rasio yang sangat tinggi, di mana usia produktif harus menanggung biaya SDM yang tidak produktif, yaitu lansia dan anak usia di bawah 14 tahun. Kedua unsur SDM ini tidak produktif, tetapi membutuhkan biaya yang cukup besar," kata Hasto.

Baca juga: UB gandeng industri bangkitkan usaha pupuk organik cair

Untuk itu, lanjut Hasto, sangat penting bagi Indonesia untuk menurunkan angka stunting, bahkan nol stunting untuk menyambut ledakan penduduk usia lanjut tersebut.

"Anak stunting merupakan SDM yang kurang bisa bersaing di masa depan. Padahal, tugas dan tanggung jawab mereka sangat besar," ucapnya.

Untuk itu, BKKBN bersama mitra terus melakukan berbagai upaya untuk percepatan penurunan angka stunting di Indonesia dengan melakukan upaya pencegahan. Selain itu, BKKBN juga mempersiapkan program pemberdayaan ekonomi usia nonproduktif perempuan, di mana angka lansia perempuan akan lebih besar dibanding lansia pria dan angka kematian pada kaum pria lebih tinggi daripada kaum perempuan.

Sementara itu, Head Director of Lembaga Penduduk dan Pembangunan Keluarga Nasional (LPPKN) Malaysia Encik Abdul Shukur bin Abdullah mengatakan tidak hanya di Indonesia, masalah stunting juga menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Malaysia. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Malaysia, saat ini angka stunting di Negeri Jiran itu mencapai 21 persen.

Baca juga: Universitas Brawijaya teliti manajemen sampah makanan Kota Malang

"Selain stunting, Malaysia juga menghadapi ledakan penduduk usia lanjut pada tahun 2039 atau lima tahun lebih lambat dibandingkan dengan Indonesia. Sedangkan untuk Total Fertility Rate (TFR) Malaysia masih di angka 1,7 persen dengan target tahun 2022 di angka 1,5 persen," katanya.

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022