Gunung Kidul (ANTARA News) - Proyek penyedotan air sungai bawah tanah di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, atau Bribin II telah menghabiskan dana sebesar Rp76 miliar.

Kepala Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Gunung Kidul Sri Agus Wahyono di Wonosari, Rabu, mengatakan, sumber dananya dari Karlrusche Institute of Technology (KIT) Jerman sebesar Rp39 miliar, dan Pemerintah Indonesia sebesar Rp37 miliar yakni dari APBN dan APBD.

Menurut dia, dalam proyek ini Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul hanya menyediakan tanah serta akses jalan menuju lokasi proyek itu.

"Karena keterbatasan anggaran menyebabkan kabupaten ini hanya sanggup menyediakan tanah untuk proyek Bribin," katanya.

Ia mengatakan proyek tersebut saat ini masih dalam tahap perbaikan alat yang mengalami kerusakan, yaitu alat penghasil energi listrik untuk memompa air. "Akibatnya, proyek Bribin yang mulai dikerjakan sejak 2004 ini belum bisa dikatakan selesai," katanya.

Sri Agus Wahyono mengatakan alat tersebut rusak karena gempa bumi pada 2006. "Oleh karena itu, Proyek Bribin II di Dusun Sindon, Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, sampai sekarang masih mengandalkan alat yang bekerja secara manual untuk menyedot air bawah tanah," katanya.

Padahal, kata dia, sistem manual dalam penyedotan air membutuhkan biaya besar. "Penyedotan air dengan menggunakan genset seperti yang digunakan di Proyek Bribin I membutuhkan biaya besar," katanya.

Menurut dia, apabila nanti Proyek Bribin II selesai dan berfungsi baik, volume air yang disedot jauh lebih besar ketimbang Proyek Bribin I.

"Proyek Bribin II akan mampu menghasilkan 100 liter air per detik, sehingga distribusi air bisa lebih merata," katanya.

Ia mengatakan Pemkab Gunung Kidul berharap Proyek Bribin II dapat segera beroperasi untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat setempat dan sekitarnya, yaitu di wilayah Kecamatan Tanjungsari, Tepus, Girisubo, Rongkop, dan Semanu.

Tim ahli dari Jerman kabarnya berencana memperbaiki kerusakan alat di Proyek Bribin II pada akhir Juli 2011. "Hampir semua modul atau alat penyedot air terendam pada awal Januari 2011," katanya.

Menurut dia, tim ahli dari Jerman masih mengalami kendala, karena alat yang disebut Butterfly-Valve itu belum bisa dioperasikan secara elektrik, sehingga hanya secara manual. "Tim dari Jerman itu melalui surat elektronik menyebutkan kemungkinan terjadi gangguan pada Gear-Box Valve, sehingga terasa berat kalau dibuka maupun ditutup," katanya.

Rencananya, tim ahli dari Jerman akan melepas Butterfly Valve dari pipa Flood Relief Line berdiameter 90 centimeter untuk mengetahui penyebab kerusakan.

Ia mengatakan tim yang terlibat dalam perbaikan alat di Proyek Bribin itu terdiri atas para ahli dari Jerman, dan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak.

"Perbaikan alat tersebut diperkirakan membutuhkan waktu sekitar tiga pekan," katanya. (ANT293/M008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011