Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menantikan penandatanganan perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dan Singapura direalisasikan dengan aksi nyata pemulangan buronan yang melarikan diri ke Negeri Singa Putih tersebut.

"Saya meminta perjanjian ekstradisi ini tidak hanya ada di atas kertas, tidak hanya hitam di atas putih, yang kemudian tidak direalisasi tidak ada pelaksanaan. Untuk itu saya meminta proyek percontohan untuk tahun ini, bahwa ada pemulangan orang-orang yang buron di Singapura ke Indonesia," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui video petikan pernyataan yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.

Menurut Boyamin, ada beberapa nama buronan tindak pidana dari Indonesia yang melarikan diri ke Singapura, seperti salah satunya Paulus Tanos dalam kasus KTP elektronik. Begitu pula sebaliknya.

"Ke depan makin banyak orang-orang yang bisa dipulangkan ke Indonesia maupun dipulangkan ke Singapura kalau dia melarikan diri dari negaranya," tuturnya.

MAKI, kata Boyamin, mengapresiasi dan mengucapkan selamat kepada pemerintah Indonesia dan pemerintah Singapura yang telah bersedia menandatangani perjanjian ekstradisi antar-kedua negara, khususnya dalam kerja sama pemulangan kembali pelaku-pelaku tindak pidana khususnya korupsi.

"Sudah cukup lama menantikan ini (perjanjian ekstradisi, red), dan saya yakin pemerintah Indonesia berjuang sangat keras sampai pada titik-titik tertentu mungkin ada deal-deal tertentu. Tapi saya anggap halal aja kalau ada deal tertentu pun, yang penting ini sudah tercapai perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura," ujarnya.

Baca juga: KPK: perjanjian ekstradisi jadi akselerasi progresif berantas korupsi

Baca juga: Menkumham tandatangani perjanjian ekstradisi Indonesia dan Singapura


MAKI pun mengapresiasi Pemerintah Singapura yang akhirnya bersedia menandatangani perjanjian tersebut sebagai wujud bertetangga yang baik untuk saling meningkatkan rasa keadilan masyarakat dan juga rasa kesejahteraan.

"Karena ke depannya pasti kejahatan-kejahatan ekonomi ini akan mendominasi karena semakin majunya elektronik, sistem teknologi informasi dan sebagainya," ucapnya.

Ia menyebutkan, masing-masing negara membutuhkan perjanjian ekstradisi tersebut untuk mencegah dan memberantas tindak pidana ekonomi khususnya korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Bila tidak, akan saling merugikan nantinya.

"Sehingga Singapura saya kira ujungnya membutuhkan perjanjian ekstradisi ini. Kalau dulu-dulu masih enggan karena mungkin barangkali ada kepentingan ekonomi, tapi ke depan kepentingan ekonomi akan terganggu kalau tidak ada perjanjian ekstradisi," kata Boyamin.

Ia menilai, tercapainya penandatanganan perjanjian ekstradisi ini selain kerja keras pemerintah Indonesia, juga Singapura sudah merasa membutuhkan perjanjian tersebut.

Baca juga: Indonesia-Singapura sepakati perjanjian ekstradisi

Perjanjian ekstradisi ini tidak hanya dibutuhkan dalam memberantas kejahatan ekonomi saja, tetapi juga untuk terorisme dan kejahatan extra ordinary crime seperti narkoba.

"Saya minta Singapura ada kemauan baik memberikan satu orang atau dua orang untuk dipulangkan ke Indonesia dari buron-buron yang ada, sehingga kita menganggap bisa menilai bahwa keseriusan Singapura," ujar Boyamin.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura guna mencegah praktik korupsi lintas batas negara.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022