Untuk itu diperlukan teknologi storage atau baterai sehingga saat dia mati, dia harus mampu menggantikan energi yang hilang
Jakarta (ANTARA) - Komisaris Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) Arcandra Tahar mengatakan perlu teknologi penyimpanan energi yang mumpuni untuk bisa mencegah krisis energi seperti yang tengah terjadi di Eropa.

Dalam acara PGN Energy and Economic Outlook 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu, Arcandra menjelaskan bahwa Eropa nyatanya masih sangat mengandalkan intermittent renewable energy (energi terbarukan yang digunakan berselang-seling) utamanya dari angin dan sinar matahari.

"Kalau lihat datanya, energy mix renewable di Eropa baru 14 persen, 15 persen nuklir dan sisanya masih energi fosil. Mereka sangat mengandalkan intermittent renewable energy yaitu angin dan matahari," katanya.

Masalah utamanya, lanjut mantan Wakil Menteri ESDM itu, energi angin dan matahari adalah sumber energi yang hanya bisa menghasilkan energi saat ada. Artinya, jika tidak ada sinar matahari, energinya akan padam. Begitu pula halnya dengan angin.

"Untuk itu diperlukan teknologi storage atau baterai sehingga saat dia mati, dia harus mampu menggantikan energi yang hilang," katanya.

Lebih lanjut, Arcandra menjelaskan di tengah kebutuhan energi yang meningkat karena pemulihan pascapandemi, sumber energi terbarukan yang diharapkan justru menghasilkan energi yang tidak mencukupi.

Lantaran kondisi itu, maka PLTU atau pembangkit batu bara yang telah dipensiunkan pada 2020 terpaksa harus dihidupkan kembali. Demikian pula pasokan gas dari Rusia ke Eropa Barat diharapkan bisa kembali mengalir.

Arcandra menyebut kondisi tersebut tentu berbanding terbalik dengan komitmen Eropa untuk bisa mewujudkan net zero emission lebih cepat.

"Kalau mau hidupkan batu bara kembali, target net zero menjadi terganggu," katanya.

Menurut Arcandra, situasi tersebut harus jadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang juga berkomitmen untuk bisa mewujudkan net zero emission pada 2050-2060 atau lebih cepat.

Ia menyebut Indonesia harus memanfaatkan kearifan lokal untuk bisa memenuhi kebutuhan energi yang lebih bersih di masa mendatang. Salah satu sumber energi yang patut diperhitungkan yaitu geothermal atau panas bumi.

"Geothermal bisa berfungsi seperti batu bara yang bisa menghasilkan energi sepanjang waktu. Tidak bergantung pada ada matahari atau tidak, tidak bergantung pada ada angin atau tidak," katanya

Namun, ia mengakui, ongkos pembangkitan geothermal memang lebih mahal dari batu bara.

"Tapi dari sisi kebersihan, suplai yang berkelanjutan, maka salah satu opsinya adalah mengembangkan geothermal," imbuhnya.

Ada pun di masa transisi seperti saat ini, opsi untuk mengembangkan gas jadi pilihan terbaik karena bisa lebih efisien jika dikombinasikan dengan sumber energi baru terbarukan (EBT).

Baca juga: Komut PGN: Gas jadi opsi terbaik di masa transisi energi, bebas karbon
Baca juga: PGN jaga layanan gas bumi ke pelanggan selama Natal dan Tahun Baru
Baca juga: PGN raih pendapatan 2,25 miliar dolar AS hingga triwulan III 2021

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022