Saudara-saudara di Myanmar, apakah Anda ingin negara Anda jatuh ke perang saudara yang sesungguhnya atau ingin menyelesaikannya
Phnom Penh (ANTARA) - Presiden Joko Widodo sempat menelepon Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada pekan ini sebelum pemimpin itu memulai kunjungannya ke Myanmar pada Jumat (7/1) untuk berdialog dengan para penguasa militer.

Setelah berbicara melalui sambungan telepon dengan Hun Sen, Presiden Jokowi mengatakan dalam pesan di Twitter jika tidak ada kemajuan signifikan dalam rencana perdamaian, hanya perwakilan non-politik Myanmar yang boleh menghadiri pertemuan ASEAN.

Negara ASEAN lainnya, termasuk Indonesia sudah menyatakan frustrasi akibat kegagalan junta dalam mengimplementasikan perjanjian perdamaian itu yang telah memicu perpecahan di blok 10 anggota itu.

Rencana PM Hun Sen memicu protes--di seluruh  wilayah negara yang  dilanda konflik itu--oleh lawan-lawan kudeta yang khawatir bahwa perjalannnya akan memberikan legitimasi lebih kepada junta Myanmar.

Baca juga: Pemberontak Myanmar kubur 30 jasad yang tewas dalam serangan biadab

Kunjungannya akan menjadi yang pertama sebagai kepala pemerintahan ke Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintahan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari tahun lalu yang memicu protes dan tindakan keras berdarah selama berbulan-bulan.

Kamboja saat ini adalah Ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) yang sudah memimpin upaya diplomatik untuk menyelesaikan krisis di Myanmar dan yang mengadopsi rencana perdamaian, konsensus lima poin, pada April.

Di Myanmar, penentang kekuasaan militer menyebut Hun Sen mendukung junta dengan melakukan kunjungan itu.

Di Depayin, sekitar 300 kilometer di utara ibu kota Naypyidaw, pengunjuk rasa membakar poster perdana menteri Kamboja dan meneriakkan “Hun Sen jangan datang ke Myanmar. Kami tidak ingin diktator Hun Sen” dalam foto di media sosial.

Unjuk rasa juga dilaporkan di wilayah Mandalay, Tanintharyi dan Monywa.

Baca juga: PBB minta Myanmar selidiki laporan pembunuhan warga sipil

Dalam pidatonya pada Rabu (5/1), Hun Sen meminta semua pihak di Myanmar untuk menahan diri agar rencana perdamaian dapat ditindaklanjuti.

“Saudara-saudara di Myanmar, apakah Anda ingin negara Anda jatuh ke perang saudara yang sesungguhnya atau ingin menyelesaikannya,” katanya.

“Poin pertama konsensus adalah kesabaran, penghentian kekerasan. Ini tujuan yang kita inginkan,” katanya.

Min Ko Naing, aktivis terkemuka di Myanmar mengatakan dalam unggahan di media sosial bahwa Hun Sen akan menghadapi protes besar-besaran dalam kunjungannya yang akan merugikan ASEAN.

Badan Koordinasi Pemogokan Hukum, yang menampung lebih dari 260 organisasi penentang kudeta di Myanmar, juga mengecam kunjungan Hun Sen dan menuduhnya mendukung penguasa militer Myanmar.

Hun Sen adalah salah satu pemimpin terlama dunia dan negara-negara Barat serta kelompok hak asasi manusia telah lama mengutuknya atas tindakan keras terhadap lawan, kelompok hak-hak sipil, dan media di Kamboja.

Wakil Regional Amnesti Internasional untuk Penelitian Emerlyne Gil mengatakan Hun Sen harus membatalkan kunjungannya dan mengarahkan ASEAN ke tindakan tegas guna mengatasi situasi hak asasi yang mengerikan di negara itu.

Kementerian Luar Negeri Kamboja mengatakan Hun Sen akan bertemu pemimpin militer Min Aung Hlaing, tetapi Radio Free Asia (RFA) yang didanai AS mengutip juru bicara junta yang mengatakan bahwa ia tidak akan bertemu Suu Kyi yang tengah diadili dan menghadapi puluhan kasus yang mengakibatkan hukuman gabungan maksimal hingga lebih dari 100 tahun di penjara.

Sumber: Reuters

Baca juga: Menlu: Keselamatan masyarakat Myanmar jadi perhatian Indonesia

Penerjemah: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022