Menuntut kenaikan gaji di saat kondisi seperti ini adalah sebuah aspirasi yang tidak bijak dan kurang memiliki empati,
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengapresiasi direksi PT Pertamina (Persero) dalam mengatasi ancaman mogok kerja oleh Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), sehingga sejumlah risiko yang sempat diperkirakan menghambat aktivitas bisnis Pertamina dapat diatasi.

“Saya mengapresiasi usaha direksi, karena Pertamina sendiri sedang melakukan konsolidasi yang memerlukan semuanya fokus bersatu,” kata Sugeng, dalam keterangannya, di Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan, Pertamina sedang menghadapi berbagai tantangan baik dari internal menyangkut tata kelola perusahaan, karena Pertamina menjadi holding dan sub holding yang kemungkinan akan melaksanakan penawaran saham perdana kepada publik (IPO).

Sementara, tantangan eksternal bagi Pertamina adalah harga minyak mentah yang fluktuatif. Jika harga minyak mentah terus berada di atas level 70 dolar AS per barel, maka di hilir berpotensi merugi sekitar Rp40 triliun setahun.

Di hulu pun sedang mengalami persoalan, yakni Pertamina harus membuktikan bahwa blok-blok yang kembali ke tangan mereka dapat dikelola dengan baik. Salah satunya adalah Blok Rokan.

“Pertamina sedang bergulat dengan persoalan-persoalan faktor eksternal maupun internal yang luar biasa besar. Oleh sebab itu, semua pihak harus ke sana arahnya,” katanya.

Sugeng menyayangkan langkah FSPPB yang sempat mengancam aksi mogok kerja, sebab jika ancaman tersebut benar-benar dilakukan jelas dapat mengganggu aktivitas perusahaan.

Politisi partai Nasdem ini juga merasa tak habis pikir terhadap desakan FSPPB meminta kenaikan gaji di tengah kondisi yang masih sulit seperti sekarang. Menurutnya, langkah FSPPB tersebut tidak bijak, mengingat gaji pegawai Pertamina sudah sangat tinggi jika dibandingkan dengan pegawai BUMN lain.

“Menuntut kenaikan gaji di saat kondisi seperti ini adalah sebuah aspirasi yang tidak bijak dan kurang memiliki empati,” ujarnya.

Ke depan, Sugeng meminta FSPPB mengedepankan mekanisme yang ada dan tidak lagi mengancam melakukan aksi mogok kerja, karena hal itu akan menjadi preseden buruk bagi BUMN.,

“Semua ada mekanismenya. Sejauh semuanya transparan, saya kira akan bisa dilalui mekanismenya. Tapi, kalau sudah transparan kemudian masih ada saja yang ancam-ancam, tentu akan ada mekanismenya juga lah,” katanya.

Serikat Pekerja Pertamina ini pun diingatkan agar tidak menjadi suatu gerakan politik yang saling berhadapan dengan manajemen atau direksi. Seharusnya, FSPPB mendorong anggotanya untuk lebih meningkatkan kapasitas, agar bisa berkontribusi lebih baik bagi perusahaan dan negara.

“Jadi harus memberi manfaat positif buat perusahaan, bukan malah menjadi kekuatan politik yang vis a vis berhadapan dengan manajemen atau direksi. Itu cara berpikir yang salah dari tata kelola serikat pekerja, terlebih dalam situasi seperti ini,” ujar Sugeng.


Baca juga: Serikat Pekerja Pertamina cabut pemberitahuan mogok kerja
Baca juga: Guru Besar UI minta serikat pekerja Pertamina membuka diri
Baca juga: Anggota DPR: Serikat Pekerja-Manajemen Pertamina perlu dialog
Baca juga: Organda sebut aksi FSPPB bisa berdampak pada transportasi darat


Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2022