-
Jakarta (ANTARA News) - Benarkah radikalisme lebih cepat berkembang pada era demokrasi dibandingkan zaman otoriter Orde Baru?

Menurut Senior Advisor dari International Crisis Group, Sidney Jones, radikalisme lebih terbuka pada masa sekarang ketimbang pada zaman Orde Baru.

"Tetapi pada zaman Orde Baru justru bibit - bibit radikalisme tertanam pada mereka yang melawan represif Soeharto," kata Sidney Jones, Senin dalam kuliah umum bertajuk "Radikalisme Agama dan Demokrasi" di Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta, Senin.

Ia mencontohkan radikalisme pada masa Orde Baru terjadi setelah peristiwa kerusuhan Tanjung Priok 1984. Para pelaku radikalisme juga pergi ke Afghanistan untuk ikut berperang melawan Uni Soviet.  Sekaligus mereka  juga dipersiapkan untuk melawan represif Soeharto," kata Jones.

Lebih lanjut dia menjelaskan  bahwa radikalisme adalah kegiatan yang bertujuan merubah sistem sosial politik secara drastis.

Jones  mengutarakan bahwa radikalisme terbagi dua yaitu yang bersifat violent (kekerasan) dan nonviolent (tanpa kekerasan).

"Dari sisi demokrasi harusnya lebih gampang bagi pemerintah untuk menumpas yang violent karena jelas melakukan kekerasan," kata Jones.

Terkait dengan banyaknya peredaran buku - buku yang isinya mengajarkan tentang radikalisme, Jones berpendapat bahwa pelarangan buku adalah hal yang berlawanan dengan demokrasi.

"Tidak ada masalah,  justru hal itu bisa membuat kita tahu pemikiran mereka. Satu-satunya yang harus dilarang adalah buku yang menunjukkan cara merakit bom," katanya.

Dia membandingkan sosok radikal Eropa, Geert wilders yang sedang disidang karena penyebaran kebencian terhadap agama.  Di Amerika Serikat, pemahaman keberagamaaannya lebih luas sehingga sosok radikal tak mendapat banyak tempat di masyarakat.

"Di AS ada Terry Jones yang radikal,  tapi  dia bukan keluarga saya," kelakar Jones.

Jones mengingatkan,  kaum radikal pada umumnya melihat dunia dalam perspektif hitam-putih dan memandang merekalah yang punya kebenaran  mutlak.

(yud/A038)

 

 

Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011