Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mendorong pemerintah daerah menangani secara komprehensif kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menyusul kasus pemerkosaan terhadap 13 santriwati oleh guru di pesantren di Cibiru, Kota Bandung.

"Melihat kasus-kasus belakangan ini, monitoring dan evaluasi menjadi penting. Sejauh mana pengawasan dari lembaga terkait. Jangan sampai kita seperti pemadam kebakaran. Kasus-kasus seperti ini hulunya yang harus kita selesaikan sehingga pencegahan menjadi satu hal yang penting," ujar dia melalui siaran pers di Jakarta, Selasa.

Hal itu dikatakannya saat melakukan kunjungan dan berdialog dengan korban kekerasan seksual di Bandung, Jawa Barat.

Menteri Bintang meminta kepala daerah untuk tidak menutup mata terkait dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

"Saya mengapresiasi pemerintah daerah yang telah mengawal kasus ini. Artinya, ketika terdapat kasus-kasus kekerasan seperti ini, pimpinan daerah tidak boleh menutup mata, jangan hanya mengandalkan penanganan dari pusat," kata dia.

Baca juga: Menteri: Kasus asusila di Bandung jadi perhatian serius Presiden

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Barat Agung Kim Fajar Wiyati Oka sepakat perlunya dilakukan pengetatan proses pemberian izin pendirian lembaga pendidikan, seperti pondok pesantren.

"Kemudian dilakukan evaluasi dan monitoring terhadap pelaksanaan dari pesantren-pesantren tersebut," kata dia.

Agung menekankan pentingnya keberanian korban maupun saksi dalam melaporkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Ia menambahkan saat ini pemerintah melalui Kemen PPPA telah memiliki call center pengaduan kasus kekerasan, yaitu Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 yang dapat diakses melalui hotline 129 dan WhatsApp 08111-129-129.

Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memiliki hotline pengaduan tersendiri melalui nomor WhatsApp 085222206777.

Saat ini, pondok pesantren yang berlokasi di Cibiru tersebut telah ditutup oleh Polda Jawa Barat. Korban dan saksi yang sebelumnya diamankan di UPTD PPA telah reintegrasi kepada keluarganya masing-masing, sedangkan pelaku disangka melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 5-15 tahun penjara.

Baca juga: Kepala Kejati Jabar turun tangan jadi penuntut kasus asusila santri
Baca juga: Risma mendukung penerapan hukuman kebiri bagi pemerkosa santri
Baca juga: Wamenag dorong santri berani melapor jika alami kekerasan seksual

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021