Jakarta (ANTARA) - Program penangkapan terukur yang sedang digaungkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dipastikan adalah berlandaskan data-data hasil kajian yang dilakukan Badan Riset dan SDM KKP, termasuk dalam mengukur stok ikan di kawasan perairan nasional.

"Program unggulan yang kami lakukan secara terus menerus adalah stok asesmen di WPP NRI (Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia)," kata Plt. Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDMKP) KKP Kusdiantoro dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

Kusdiantoro mengemukakan, langkah kebijakan stok asesmen tersebut adalah sebagai bahan perumusan stok ikan yang juga aspek penting dalam konsep penangkapan terukur.

Ia memaparkan, stok asesmen WPP NRI melakukan survei dengan menggunakan kapal riset untuk mengukur data kelimpahan stok, kondisi biologi lingkungan/habitat oceanografi, serta laju tangkap. Selain itu, data survei juga berdasarkan kajian data logbook, satelit, dan hidroakustik.

Melalui proses dan analisis data yang juga melibatkan para pakar kelautan dan perikanan, maka hasilnya antara lain angka potensi dan status stok sumber daya ikan di WPP NRI, rekomendasi jumlah tangkapan yang dibolehkan, indeks kelimpahan atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap untuk ikan ekonomis dan ekologis penting, serta informasi potensial fishing ground dan efisiensi teknis sistem menangkap ikan.

Dikemukakan juga mengenai 31 produk hasil riset perikanan seperti sembilan induk unggul rilis yaitu ikan abalon, ikan dewa, ikan tambakan takhasi, patin perkasa, ikan mas mustika/rajadanu, ikan lele mutiara, ikan nila srikandi, udang galah Gi Macro II, dan ikan gurami bima. Termasuk pula 10 bibit unggul, delapan vaksin dan probiotik, serta empat produk lainnya seperti O'fish Dokter, Ashanti Feed, Super Gold, dan Maggot.


Baca juga: KKP: Penangkapan terukur perlu untuk jaga stok ikan di laut


Untuk distribusi calon induk varietas unggul, telah disebar antara lain ikan lele mutiara sebanyak 8.961 paket ke 218 kabupaten/kota di 31 provinsi, ikan nila srikandi sebanyak 87.400 ekor ke 36 kabupaten/kota di 15 provinsi, ikan mas mustika sebanyak 16.378 ekor di 25 kabupaten/kota di 12 provinsi, udang galah GI Macro II sebanyak 13.902 ekor calon induk ke 26 kabuapaten/kota di 8 provinsi, serta ikan patin perkasa sebanyak 33.000 calon induk dan 1.115 induk di 11 kabupaten/kota di 7 provinsi.

Sementara itu, Kepala Pusat Riset Kelautan KKP I Nyoman Radiarta memaparkan mengenai sistem informasi fitur aplikasi Laut Nusantara yang telah dikembangkan sejak 2018, dan hingga kini sudah ada sekitar 57.600 pengunduh yang aktif memanfaatkan aplikasi Laut Nusantara.

Sedangkan Kepala Pusat Riset Perikanan KKP Yayan Himayani mengemukakan, selain setiap tahun diharuskan melakukan survei stok ikan baik di laut maupun perairan darat, tetapi kajian lain yang terkait dengan benih unggul ikan hasil rekayasa genetik juga dilakukan karena memiliki beragam keunggulannya yaitu efisiensi pakan, produktivitas tinggi, serta secara ekonomi lebih menguntungkan.

Ia juga menekankan pentingnya domestikasi karena terindikasi beberapa jenis perikanan sudah mengalami penurunan jumlahnya di alam sehingga dometikasi menjadi penting sebagai alternatif usaha budidaya perikanan serta mengurangi kepunahan di alam dan menjamin keberlanjutan.


Baca juga: KKP simulasikan penerapan sanksi terkait penangkapan terukur

Sebagaimana diwartakan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan konsep penangkapan terukur yang rencananya bakal dilaksanakan pada 2022 perlu dilakukan antara lain untuk menjaga stok ikan di laut.

"Penangkapan terukur bukan hal baru," kata Dirjen Perikanan Tangkap KKP M Zaini dalam diskusi daring "Tantangan Perikanan Terukur dan Perlindungan ABK di Laut Arafura" di Jakarta, Senin (6/12).

Ia mengemukakan, filosofi penangkapan terukur berdasarkan kepada esensi pembatasan penangkapan ikan yang perlu dilakukan untuk menjaga jumlah stok ikan di kawasan perairan.

Zaini memaparkan, dengan pengendalian penangkapan terukur maka pengendalian dilakukan dengan perizinan, yang dilakukan dengan adanya hasil tangkapan pelaku usaha perikanan berdasarkan kuota.

Dalam konteks Indonesia, maka Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdasarkan kontrak (gabungan praproduksi dan pascaproduksi atau jumlah tangkapan yang didaratkan), sehingga pemasukan negara dapat diproyeksikan berdasarkan hasil alokasi sumber daya ikan.

Berdasarkan data KKP, total jumlah tangkapan yang diperbolehkan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia, total ada 9,45 juta ton per tahun, dengan nilai produksi total seluruh Indonesia berdasarkan jumlah tersebut diperkirakan dapat mencapai hingga sekitar Rp229,3 triliun.


Baca juga: KKP: Penangkapan terukur dorong perputaran uang Rp281 triliun/tahun

Baca juga: KKP: Kebijakan penangkapan terukur bakal dongkrak koperasi nelayan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021