Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Eksekutif World Wildlife Fund (WWF) Indonesia yang juga anggota DPR RI, Kemal Stamboel, mendukung diterbitkannya Instruksi Presiden tentang moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut.

"Inpres ini saya kira sangat tepat dan memang sangat dibutuhkan. Kebijakan ini diharapkan dapat menjadi titik pijak untuk mencapai `Zero Net Deforestation and Forest Degradation` (ZNDD) pada 2020," katanya dalam pernyataan persnya di Jakarta, Jumat.

Dia mengharapkan, tidak ada pengurangan jumlah kawasan hutan secara keseluruhan atau penurunan kualitas hutan.

Menurut dia, target ZNDD yang diharapkan WWF adalah menurunnya angka pembukaan hutan alam maupun hutan sekunder sampai ke titik nol, turun dari angka saat ini yaitu 13 juta hektar per tahun, dan ke depan terus bertahan pada titik nol tersebut.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan hingga kini draf inpres moratorium konversi hutan primer dan lahan gambut itu masih dikaji Menteri Sekretaris Negara.

Staf Khusus Presiden bidang Perubahan Iklim, Agus Pumomo, juga menyatakan inpres tersebut akan segera disahkan. Beberapa pihak mengkritisi draft Inpres yang dipandang banyak perbedaan dalam definisi dan masih belum adanya kesiapan institusi di dalam negeri.

Kemal Stamboel yang juga anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS itu berharap agar semua "stakeholder", baik para pembuat kebijakan dan pelaku bisnis dapat segera mendukung target penghentian kerusakan hutan sebagai bagian dari upaya melestarikan keanekaragaman hayati dan pencegahan perubahan iklim.

Menurutnya semua "stakeholder" perlu terus berupaya untuk mereduksi faktor pendorong deforestasi.

"Kita perlu mengidentifikasi peluang-peluang untuk mengubah `business as usual` menjadi model yang lestari, yang menguntungkan bagi pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat," katanya.

Ia mengatakan, perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati harus dipandang sebagai tantangan ekonomi dan bisnis juga, bukan hanya tantangan lingkungan.

Menurut dia, kerusakan lingkungan bukan hanya akan menggagalkan pencapaian kinerja bisnis dan pembangunan ekonomi, namun juga akan berakibat buruk bagi masa depan umat manusia.

"Prinsipnya, kita berusaha mengejar kinerja dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi disertai

dengan pemerataan (growth with equity), mengikutsertakan sebanyak mungkin rakyat (inclusive growth) dan pro kelestarian lingkungan (green growth)," paparnya.

WWF bekerja sama dengan pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup terus mengajak para pebisnis untuk ikut dalam kampanye "Green Economy". Dalam upaya ini, pemerintah menjanjikan insentif bagi pebisnis yang menaati "green economy".

"Green Economy" yang dimaksud adalah para pebisnis melalui unit usahanya yang bergerak di bidang sumberdaya alam diharapkan menerapkan standar internasional berupa pengurangan penebangan hutan dan melestarikan keanekaragaman hayati untuk mencegah perubahan iklim. Nantinya mereka yang menerapkan "green economy" akan diberikan insentif dan pembebasan bea masuk.

Jika pebisnis melakukan pengurangan sampah, pemerintah dapat memberikan potongan pajak atau retribusi. Pengurangan itu bersifat progresif yang artinya jika semakin lama sampah yang mereka buang sedikit, semakin sedikit pula pajak atau retribusi yang pemerintah kenakan.

(A041/B012)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011