Jakarta (ANTARA) - Ahli hukum dari Universitas Indonesia, Lidwina Inge Nurtjahyo, mengatakan, dewan adat di Indonesia memerlukan pelatihan khusus untuk menerapkan keadilan restoratif sehingga mereka memiliki perspektif korban dan memahami prinsip-prinsipnya.

“Dewan adat dalam konteks hukum adat berdasarkan penelitian kami di beberapa daerah memang perlu pelatihan khusus sehingga mereka lebih memiliki perspektif korban dan memahami prinsip-prinsip dalam keadilan restoratif,” jelas dia.

Baca juga: Akademikus: Keadilan restoratif beri ruang warganet dalam perkara

Hal itu dia sampaikan dalam webinar nasional bertajuk "Keadilan Restoratif dalam Penanganan Kasus Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak” yang disiarkan secara langsung dalam kanal YouTube LBH APIK Jakarta, dipantau dari Jakarta, Jumat.

Dengan pelatihan khusus itu, kata dia, kekeliruan dalam penerapan keadilan restoratif pada penyelesaian perkara kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di Indonesia melalui sudut pandang hukum adat pun dapat dicegah.

Baca juga: Wakil Ketua MPR: Revisi UU Kejaksaan akan sisipkan keadilan restoratif

Kekeliruan tersebut di antaranya adalah tindakan menikahkan korban dan pelaku, memberikan uang ganti rugi kepada korban, atau pelaku hanya dibebani denda adat.

Dalam webinar yang diselenggarakan LBH Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) Jakarta itu, dia juga menekankan prinsip keadilan restoratif yang tepat berarti memberikan peluang kepada korban untuk mengalami pemulihan.

“Sebetulnya, prinsip ketika menerapkan keadilan restoratif itu, kita memberi peluang bagi orang yang menjadi korban untuk kemudian memperoleh pemulihan. Sebaliknya, bagi pelaku, mereka juga memperoleh kesempatan untuk memperbaiki diri,” kata dia.

Baca juga: Direktur Poltekip: Keadilan restoratif perlu dukungan masyarakat

Ia menilai pemahaman tentang keadilan restoratif di Indonesia sejauh ini memang masih keliru. Padahal pada dasarnya, ujar dia, keadilan restoratif ditujukan agar pelaku memperoleh efek jera dan dapat memahami kesalahan yang telah diperbuatnya sehingga merugikan korban. Proses pemulihan terhadap korban pun masih minim dilakukan.

Ia berharap segala kekeliruan pemahaman tersebut dapat segera diluruskan demi tercapainya keadilan bagi korban kekerasan seksual, khususnya perempuan dan anak.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021