pemahaman penerimaan pesan tanda-tanda badai dari BMKG yang disampaikan kepada masyarakat sudah mampu diterjemahkan dengan baik, seperti di Kampung Nelayan Oesapa yang dihantam Siklon Seroja bulan April lalu.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) perlu diperluas agar dapat meningkatkan kesiapan mitigasi bencana hidrometeorologi masyarakat dalam mengurangi risiko kerusakan dan korban jiwa.

“Untuk kesekian kali kami meninjau langsung wilayah terdampak Siklon Tropis Seroja di Kampung Nelayan Oesapa, Kupang, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada April lalu, untuk mempelajari data-data lokasi yang terdampak bencana,” kata Dwikorita dalam keterangan tertulis BMKG yang diterima ANTARA di Jakarta, Senin.

Dwikorita menuturkan, pemahaman penerimaan pesan tanda-tanda badai dari BMKG yang disampaikan kepada masyarakat sudah mampu diterjemahkan dengan baik, seperti di Kampung Nelayan Oesapa yang dihantam Siklon Seroja bulan April lalu.

Baca juga: 100 nelayan di Cilincing ikut Sekolah Lapang Cuaca Perairan

Ia menjelaskan meskipun terletak di kawasan bibir pantai, beberapa tokoh kampung nelayan telah memahami gejala datangnya siklon tropis melalui SLCN, jumlah korban jiwa dari peristiwa di daerah tersebut dapat dikatakan minim.

Namun walaupun pemahaman masyarakat sudah jauh lebih baik, informasi dalam penanganan badai perlu ditingkatkan tidak hanya untuk para nelayan tetapi juga keluarga nelayan karena fenomena cuaca ekstrem bisa datang kapan saja.

Melalui peningkatan informasi, Dwikorita berharap keluarga yang berada di rumah dapat ikut memahami tanda-tanda cuaca ekstrem sehingga mitigasi akan berjalan dengan lebih maksimal.

Selain informasi, pengembangan teknologi juga perlu dilakukan karena fasilitas pemenuhan mitigasi bencana masih sangat minim. Seperti pada perlengkapan dan lokasi untuk pengamanan kapal-kapal yang belum tersedia, sehingga banyak kapal yang hancur diterpa siklon tropis.

“Jangankan untuk pengamanan kapal, fasilitas untuk mengamankan jiwa untuk evakuasi ketika siklon tropis terjadi saja di kampung ini belum tersedia pada saat itu, namun untungnya inisiatif menggunakan sekolah sebagai lokasi evakuasi mampu menampung banyak warga,” kata dia.

Baca juga: BMKG: Empat kabupaten di NTT miliki curah hujan kategori sangat tinggi

Untuk memulai peningkatan informasi terkait cuaca ekstrem, Dwikorita mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap waspada dan terus mengikuti informasi yang disampaikan oleh BMKG, terutama akibat perkiraan peningkatan curah hujan pada akhir tahun dan awal tahun akibat La Nina serta badai tropis yang berpotensi menyebabkan bencana hidrometeorologi.

Seorang nelayan dari Kampung Nelayan Oesapa, Romi Mandala berharap pemerintah daerah dapat memasang tanda lampu untuk nelayan bersandar kapal di malam hari, untuk mempermudah menemukan lokasi dermaga saat terjadi cuaca ekstrem yang menyebabkan keterbatasan jarak pandang dari tengah laut.

Selain itu, dengan kolaborasi antara pemerintah daerah dan BMKG, diharapkan dapat mempermudah para nelayan dalam memahami kondisi cuaca yang tidak menentu.

“Kalau perlu juga ada teropong binocular, sehingga kami para nelayan mampu melihat jarak pandang akan lebih mudah saat menghadapi badai,” ujar Romi.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021