Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, memeriksa dua saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan pada tahun anggaran 2019.

Dua saksi, yaitu mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani dan mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB.

"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR dan pengesahan APBD Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019. Pemeriksaan dilakukan di Rumah Tahanan Kelas I Palembang," kata Plt. Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

KPK telah menetapkan 10 anggota DPRD Kabupaten Muara Enim periode 2019—2023 sebagai tersangka kasus tersebut, yakni Indra Gani BS (IG), Ishak Joharsah (IJ), Ari Yoca Setiadi (AYS), Ahmad Reo Kusuma (ARK), Marsito (MS), Mardiansyah (MD), Muhardi (MH), Fitrianzah (FR), Subahan (SB), dan Piardi (PR).

Sebelumnya, KPK telah menetapkan enam tersangka. Lima orang perkaranya telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Robi Okta Fahlefi dari pihak swasta, mantan Bupati Muara Enim Ahmad Yani, mantan Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar.

Selanjutnya, mantan Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim Aries HB dan mantan Plt. Kadis PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi.

Sementara itu, Bupati Muara Enim nonaktif Juarsah saat ini berstatus terdakwa. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Palembang pada hari Jumat (29/10) telah menjatuhkan vonis terhadap Juarsah dengan pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dalam konstruksi perkara yang menjerat 10 anggota DPRD Muara Enim sebagai tersangka, KPK menjelaskan bahwa setelah Robi Okta Fahlevi mendapatkan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019 dengan total nilai kontrak lebih kurang Rp129 miliar, kemudian pembagian komitmen fee dengan jumlah bervariasi yang diserahkan oleh Robi Okta Fahlevi melalui Elfin M.Z. Muchtar.

Adapun pemberian uang tersebut diterima oleh Ahmad Yani sekitar Rp1,8 miliar, Juarsah sekitar Rp2,8 miliar, dan untuk para tersangka diduga dengan total sejumlah Rp5,6 miliar.

Terkait dengan penerimaan para tersangka, diberikan secara bertahap dengan nominal minimal pemberian dari Robi Okta Fahlevi masing-masing mulai dari Rp50 juta sampai dengan Rp500 juta.

Peneriman uang oleh para tersangka selaku anggota DPRD diduga agar tidak ada gangguan dari pihak DPRD terhadap program-program Pemkab Muara Enim, khususnya terkait dengan pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim pada tahun 2019.

Selain itu, uang tersebut juga diduga digunakan oleh para tersangka untuk kepentingan mengikuti pemilihan anggota DPRD Kabupaten Muara Enim saat itu.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: KPK panggil empat anggota DPRD Muara Enim

Baca juga: Tim Penyidik KPK geledah Kantor DPRD Muara Enim

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021