Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan terus memantau perkembangan anak-anak yang dibaiat kelompok Negara Islam Indonesia dan memastikan segala upaya yang diperlukan untuk perlindungan anak telah dilakukan.

"Kemen PPPA akan terus mendukung upaya pemberian layanan yang dibutuhkan anak melalui pendampingan, dukungan psikososial dan konseling psikologis," kata Asdep Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Elvi Hendrani melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Jumat.

Menyusul adanya kasus ini, pihaknya langsung bertolak ke Garut menemui salah satu orang tua korban dan pihak-pihak terkait untuk memastikan anak yang telah dibaiat tetap mendapatkan pendampingan dan tertangani dengan baik dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, negara memiliki tugas melindungi anak-anak korban terorisme, di antaranya dengan melakukan edukasi tentang pendidikan, ideologi dan nilai nasionalisme; konseling tentang bahaya terorisme, rehabilitasi sosial dan pendampingan sosial.

Baca juga: Stigma kepada anak korban terorisme jadi kendala pemulihan

Elvi menyampaikan adanya kasus ini semakin menegaskan fenomena pergeseran perekrutan pelaku teror dari dewasa ke anak-anak.

Meski demikian, anak-anak ini sesungguhnya tetap menjadi korban, baik korban dari lingkungan yang salah maupun pemberian pemahaman yang salah dari orang dewasa di sekitarnya.

"Anak merupakan kelompok yang paling rentan karena masih dalam tahap pencarian jati diri dan sangat mudah disusupi oleh paham-paham tertentu sehingga sangat diperlukan adanya perlindungan dan pemahaman yang baik dari orang dewasa di sekitarnya. Kasus ini merupakan puncak gunung es karena kelompok-kelompok perekrut bergerak sangat tertutup dan tidak mudah terdeteksi bahkan penyusupan di satuan pendidikan sudah mulai terindikasi sejak PAUD dan tidak tertutup kemungkinan masih banyak anak yang menjadi korban tapi belum terdeteksi," kata dia.

Sebelumnya, 59 anak di Garut, Jawa Barat diduga dibaiat untuk masuk kelompok Negara Islam Indonesia (NII).

Kasus ini terungkap setelah salah satu orang tua anak yang dibaiat melaporkan perubahan perilaku anaknya yang mengafirkan kelompok lain. Anak tersebut berubah sikap setelah dua tahun mengikuti sebuah pengajian.

Baca juga: Kemen-PPPA: Orang tua perlu siapkan anak disabilitas hadapi masa depan
Baca juga: KPPPA berdayakan PATBM di 4 provinsi cegah paham radikal
Baca juga: Kemen PPPA - Kemenag bekali calon pengantin cegah radikalisme keluarga

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021