Pandemi mengharuskan terjadi proses migrasi pelayanan dari tatap muka ke digitalisasi. Namun, sejalan dengan itu industri asuransi mencatat pertumbuhan sebagai dampak dari transformasi digital di perusahaan.
Jakarta (ANTARA) - Perusahaan asuransi harus terus mempercepat digitalisasi proses pelayanan kepada konsumen seiring dengan membaiknya tingkat literasi digital masyarakat di tengah pandemi COVID-19.

“Pandemi mengharuskan terjadi proses migrasi pelayanan dari tatap muka ke digitalisasi. Namun, sejalan dengan itu industri asuransi mencatat pertumbuhan sebagai dampak dari transformasi digital di perusahaan,” kata Direktur dan Chief of Product & Inforce PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife), Hans De Waal di Jakarta, Jumat.

Ia mencontohkan, sebelum pandemi pelayanan tatap muka di kantor pusat Manulife Jakarta, rata-rata sekitar 100-200 orang per hari. Namun, saat pandemi angka kunjungan ini turun sebesar 50 persen karena konsumen sudah beralih ke pelayanan digital.

Baca juga: Bank DBS & Manulife luncurkan asuransi perlindungan penyakit kritis

Selama pandemi, Manulife rata-rata mendapatkan email sebanyak 800 buah dan panggilan lewat telepon sekitar 700 panggilan setiap hari.

Hans menjelaskan, untuk mempercepat digitalisasi tersebut Manulife telah berinvestasi lebih dari 10 juta dolar AS untuk mengembangkan pelayanan digital jauh sebelum pandemi COVID-19 melanda Indonesia.

Pelayanan digital yang dikembangkan Manulife meliputi portal publik yang berisi informasi umum terkait asuransi dan produk, portal khusus nasabah yang hanya bisa diakses oleh nasabah untuk melihat premi, nilai polis, mengubah data nasabah, dan sebagainya.

“Pengisian aplikasi dan tanda tangan polis juga sudah dilakukan secara digital. Layanan digital lainnya adalah e-claim di mana nasabah bisa mengajukan klaim secara elektronik tanpa harus mendatangi kantor Manulife,” katanya.

Hingga semester 1 2021, Manulife tercatat membayarkan klaim (un-audited) sebesar Rp3,9 triliun atau sama dengan Rp11 miliar setiap hari atau Rp445 juta per jam, sedangkan klaim terkait Covid-19 hingga 30 September 2021 (year to date) tercatat hampir Rp500 miliar.

Hans menjelaskan, pada masa pandemi Manulife telah mengikuti ketentuan standar pelayanan yang tinggi terhadap konsumen sesuai dengan arahan dan aturan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meliputi penjualan semua produk oleh agen dilakukan melalui media digital, termasuk pengisian polis dan tanda tangan nasabah.

Salah satu di antaranya melakukan rekaman foto dan suara sebagai bukti bahwa ada pertemuan agen dan nasabah secara virtual. Digitalisasi di industri asuransi ini akan semakin memudahkan komunikasi antara perusahaan asuransi dan konsumen.

Baca juga: Pengamat: Keuangan asuransi penting diperhatikan sebelum membeli polis

Data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyebutkan, pada semester I 2021 premi industri asuransi jiwa tercatat sebesar Rp 104,72 triliun atau tumbuh 17,5 persen dibandingkan periode sebelumnya (yoy). Sedangkan, data OJK tercatat hingga Juli 2021 aset industri asuransi tumbuh sekitar 9 persen (yoy) dan pendapatan premi naik 11,97 persen (yoy).

Hal itu diperkuat riset perusahaan reasuransi Swiss Re yang menyebutkan 76 persen masyarakat Indonesia tertarik membeli produk asuransi secara online di masa pandemi.

Direktur Kepatuhan PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Apriliani Siregar mengatakan, pihaknya menyadari betul soal literasi digital serta literasi dan inklusi keuangan di Indonesia yang belum terlalu baik.

“Manulife terus menerus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait literasi dan inklusi asuransi, baik itu lewat media mainstream maupun media sosial,” katanya.

Terkait penjualan produk asuransi secara digital, Apriliani menjelaskan bahwa Manulife tidak pernah berhenti berinovasi dan selalu mengikuti perkembangan kemajuan dan tuntutan konsumen, termasuk dalam pelayanan digital ini.

Sementara itu, Deputi Direktur Perlindungan Konsumen OJK Hudiyanto menegaskan, digitalisasi di industri asuransi telah menjadi suatu kebutuhan. Namun, pemanfaatan teknologi informasi tersebut harus tetap memperhatikan unsur perlindungan konsumen.

Sampai saat ini secara umum masih banyak orang membeli produk asuransi tanpa memahami produk yang dibelinya secara detail. “Hal-hal seperti ini ke depan tidak boleh terjadi lagi. Ini yang sedang kita siapkan aturannya,” ujar Hudiyanto.

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021