Saat ini tingkat kedalaman pasar keuangan Indonesia relatif masih lebih rendah dibandingkan kawasan dan emerging market lainnya
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyoroti masih dangkalnya pendalaman pasar keuangan (financial deepening) Indonesia, jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

"Saat ini tingkat kedalaman pasar keuangan Indonesia relatif masih lebih rendah dibandingkan kawasan dan emerging market lainnya," katanya dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2021 yang dipantau secara daring dari Jakarta, Kamis.

Menko Luhut mengutip data Bank Dunia yang menunjukkan kapitalisasi pasar Indonesia pada tahun 2020 sebesar 47 persen PDB, di bawah emerging market seperti India (99 persen) dan Malaysia (130 persen).

"Oleh sebab itu, berbagai inisiatif untuk mengakselerasi pengembangan dan pendalaman pasar keuangan perlu terus diupayakan," katanya.

Menko Luhut menyebut upaya yang dilakukan selama beberapa tahun terakhir telah menunjukkan beberapa capaian yang patut dibanggakan, terutama di tengah tantangan COVID-19.

Dari awal tahun sampai dengan 8 Oktober 2021, jumlah pencatatan baru saham mencapai 38 perusahaan, ditambah jumlah calon perusahaan tercatat yang sedang mengantre  dalam pipeline sebanyak 25 calon perusahaan tercatat.

"Angka pencatatan baru saham ini juga merupakan yang tertinggi di ASEAN, serta masuk dalam urutan ke-12 di dunia," ujar Menko Luhut.

Baca juga: Dirut BEI: Antusias masyarakat investasi di pasar modal sangat tinggi

Sementara itu pada periode Januari hingga 8 Oktober 2021, rata-rata frekuensi saham mencapai 1,2 juta kali, meningkat 90 persen dibandingkan sepanjang 2020. Data frekuensi saham harian sejak awal tahun 2021 juga terus mencatatkan rekor terbesar dan terbaru mencapai 2,1 juta kali pada 9 Agustus 2021. Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi di BEI merupakan yang tertinggi di antara Bursa Efek kawasan ASEAN sejak tahun 2018.

Dari sisi permintaan, jumlah investor yang meliputi investor saham, reksadana, dan obligasi di pasar modal sampai 30 September 2021 mencapai 6,43 juta investor, meningkat 66 persen dibandingkan akhir tahun 2020 atau hampir naik lima kali lipat sejak tahun 2017.

Angka ini, lanjut Menko Luhut, secara umum didominasi oleh investor ritel sebesar 90 persen dari total investor. 

Per akhir September 2021 Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) investor ritel  berkontribusi sebesar 64 persen dari total RNTH, meningkat dibandingkan akhir tahun 2020 sebesar 48 persen. Sedangkan proporsi investor institusi terhadap RNTH saat ini sedang mengalami penurunan.

Baca juga: OJK: Pandemi terkendali jadi momentum pertumbuhan ekonomi domestik

"Dapat disimpulkan bahwa semakin banyak masyarakat, khususnya generasi milenial dan generasi Z yang proporsinya senilai 58 persen dari total investor ritel per Juli 2020, yang melek terhadap investasi saham," jelasnya.

Terkait dengan aktivitas nonresiden/asing di pasar modal Indonesia, hingga Oktober 2021 tercatat besaran net inflow (MTD) senilai minus Rp3 triliun yang jauh lebih rendah dibandingkan Juli 2021 minus Rp27 triliun, yang disebabkan outflow di bidang obligasi pemerintah.

Sedangkan di sisi saham, secara rata-rata bulanan masih mencatatkan pembelian bersih sejak Mei 2021. Menurut Menko Luhut, hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan investor asing terhadap performa ekonomi di Indonesia, yang juga merupakan hasil dari kerja keras pengendalian dan pemulihan atas pandemi COVID-19 sangatlah penting.

Baca juga: Menko Luhut tekankan pentingnya adaptasi di tengah tantangan ekonomi

"Momentum seperti ini harus selalu dijaga karena pasar modal yang stabil dan kuat merupakan salah satu katalis penting dalam mendukung pertumbuhan di sektor riil menghadapi tantangan ke depannya," ujar Menko Luhut.

 

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021