Setelah secara bersama-sama melihat langsung kondisi fisik di lapangan diharapkan semuanya jadi lebih jelas,
Sumatera Selatan (ANTARA) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) menggelar pemeriksaan fisik pembangunan Masjid Raya Sriwijaya di lokasi Jalan H Bastari, Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang, Jumat.

Pemeriksaan tersebut merupakan bagian untuk melengkapi berkas perkara empat terdakwa (Eddy Hermanto, Syarifuddin, Dwi Kridayani, dan Yudi Arminto) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Palembang.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel Khaidirman, di Palembang, Jumat, mengatakan majelis hakim memeriksa secara langsung kondisi fisik bangunan masjid dan menyesuaikan batas luas alas tanah kompleks masjid dengan data yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumsel.

Dalam proses pemeriksaan yang berlangsung lebih kurang satu jam itu, majelis hakim dipimpin oleh hakim Sahlan Efendi, beranggotakan hakim Abu Hanifa dan hakim Waslam Maqsid.
Lalu, didampingi juga oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumsel beserta kuasa hukum masing-masing terdakwa dan petugas BPN.

"Digelar untuk memastikan secara langsung kondisi fisik bangunan, sebab dalam persidangan sebelumnya majelis hakim hanya melihat foto atau dokumen saja terkait masjid ini," kata dia.

Dari hasil sidang lapangan ini, katanya pula, semua akan menjadi jelas lalu diharapkan dapat menjadi salah satu acuan majelis untuk menentukan konstruksi hukum atas keempat terdakwa tersebut.

"Setelah secara bersama-sama melihat langsung kondisi fisik di lapangan diharapkan semuanya jadi lebih jelas," ujarnya lagi.

Berdasarkan fakta persidangan, pada Selasa (31/8), diketahui status kepemilikan tanah yang menjadi tempat berdirinya Masjid Raya Sriwijaya itu diduga sudah bermasalah sejak proses pembangunan mulai dilakukan.

JPU Kejati Sumsel Naimullah mengatakan pada tahun 2015, Pemprov Sumsel pernah digugat oleh masyarakat yang menganggap memiliki hak atas tanah di lokasi tempat berdirinya masjid, di Jalan H Bastari, Kelurahan 5 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Palembang.

Adapun hasilnya gugatan masyarakat tersebut menang pada tingkat Mahkamah Agung (MA), sehingga masyarakat mendapatkan kekuatan hukum terhadap tanah tersebut.

“Lahan tersebut sengketa. Sudah diputus dan dimenangkan oleh masyarakat,” kata dia.

Lalu, setelah dinyatakan kalah atas gugatan tersebut, Pemprov Sumsel mengambil kebijakan melakukan skema ganti rugi atas lahan masyarakat tersebut senilai Rp13 miliar.

Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan JPU diketahui sampai saat ini inisiasi ganti rugi lahan tersebut belum terpenuhi.

Ketua Yayasan Wakaf Masjid Raya Sriwijaya periode 2020 Zainal Effendi Berlian yang juga bersaksi dalam sidang tersebut, mengungkapkan desain pembangunan Masjid Raya Sriwijaya berada dalam satu kompleks dengan islamic center dengan luas lahan sembilan hektare dari jumlah keseluruhan 15 hektare.

Dari sembilan ha tersebut setelah dilakukan pengukuran ulang BPN Provinsi Sumsel, lahan yang merupakan hak pemprov hanya seluas 2 ha, sedangkan selebihnya milik masyarakat.

“Bahkan BPK dan inspektorat turun membuktikan legalitas tanah itu,” ujarnya.

Menurut dia pula, pembangunan masjid yang digadang-gadang terbesar se Asia ini sempat ada inisiasi untuk dilanjutkan oleh Pemprov Sumsel saat ini.

Namun, karena permasalahan tanah belum selesai, kemudian penyidik Kejati Sumsel mengungkap indikasi tindak pidana korupsi, maka pembangunannya tertunda.

“Semua berharap kasus ini dapat segera selesai, sehingga pembangunan masjid kebanggaan Sumatera Selatan bisa dilanjutkan,” katanya lagi.
Baca juga: Jaksa minta Jimly Asshiddiqie hadir dalam sidang Masjid Sriwijaya
Baca juga: Penyidik Kejati Sumsel agendakan ulang pemeriksaan saksi Marwah M Diah

Pewarta: Muhammad Riezko Bima Elko
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021