Jakarta (ANTARA) - Dampak pandemi COVID-19 juga dirasakan dampaknya oleh para pecinta alam, khususnya bagi kelompok pendaki gunung yang ada di Tanah Air.

Setidaknya, sejak pandemi berlangsung hampir dua tahun terakhir, yakni pada Oktober 2021, kegiatan pendakian pada gunung-gunung bersifat "buka-tutup", seiring dengan kondisi pembatasan kegiatan masyarakat saat kondisi pandemi yang ada.

"Buka-tutup" dimaksud, yakni ketika kondisi penularan mulai menurun jalur-jalur pendakian dibuka, namun jika meningkat ditutup kembali.

Kalau dirujuk ke belakang, sejak virus corona mewabah dan kemudian ditetapkan menjadi pandemi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Wiratno pada 19 Maret 2020 menutup beberapa kawasan konservasi untuk kunjungan wisata alam.

Kawasan konservasi itu adalah taman nasional (TN), di mana gunung-gunung yang selama ini menjadi tujuan pendakian ada dalam kawasan dimaksud.

Kawasan konservasi tersebut adalah (1) TN Gunung Leuser (Aceh-Sumatera Utara), (2) TN Bukit Duabelas (Jambi), (3) TN Kerinci Seblat (Sumatera Barat-Jambi), (4) TN Bukit Tigapuluh (Riau), (5) TN Way Kambas (Lampung), (6) TN Berbak Sembilang (Sumsel-Jambi), (7) TN Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), (8) TN Gunung Halimun Salak (Jawa Barat-Banten), (9) TN Gunung Ciremai (Cirebon-Kuningan, Jabar), (10) TN Gunung Gede Pangrango (wilayah Sukabumi dan Cianjur, Jabar), (11) TN Karimunjawa (Jateng), (12) TN Merbabu (Jateng), (13) TN Gunung Merapi (Jateng-Yogyakarta), (14) TN Bromo Tengger Semeru (Jatim), (15) TN Alas Purwo (Jatim).

Lalu, (16) TN Gunung Rinjani (Nusa Tenggara Barat/NTB), (17) TN Gunung Tambora (NTB), (18) TN Gunung Palung (Kalimantan Barat), (19) TN Tanjung Puting (Kalimantan Tengah), (20) TN Sebangau (Kalimantan Tengah), (21) TN Bukit Baka Bukit Raya (Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah), (22) TN Kutai (Wilayah Bontang), (23) TN Bantimurung Bulusaraung (Sulawesi Selatan), (24) TN Taka Bonerate (Sulawesi Selatan), (25) TN Aketajawe Lolobata (Maluku Utara), (26) TN Lore Lindu (Sulawesi Tengah), (27) TWA Grojogan Sewu (Karanganyar-Jateng), (28) TWA Telogo Warno/Pengilon (Wonosobo-Jateng), (29) TW(A Sumber Semen (Rembang-Jateng), (30) TWA Gunung Selok (Cilacap-Jateng, (31) TWA Guci (Tegal-Jateng), (32) TWA Kawah Ijen (Jatim).

Kemudian, (33) TWA Bukit Kelam (Sintang-Kalbar), (34) TWA Tanjung Belimbing (Kalbar), (35) TWA Bukit Tangkiling , Kalteng), (36) TWA Tanjung Keluang (Kalteng), (37) TWA Malino (Sulawesi Selatan), (38) TWA Lejja (Sulsel), (39) TWA 17 Pulau Riung (NTT), (40) TWA Baumata (NTT), (41) TWA Gugus Pulau Teluk Maumere (NTT), (42) TWA Menipo (NTT), (43) TWA Camplong (NTT), (44) TWA Bipolo (NTT), (45) TWA Teluk Kupang (NTT), (46) TWA Ruteng (NTT), (47) TWA Pulau Rusa (NTT), (48) TWA Pulau Lapang (NTT), (49) TWA Pulau Batang (NTT).

Selanjutnya, (50) TWA Tuti Adagae (NTT), (51) TWA Wera (Sigi-Sulteng), (52) TWA Bancea (Poso-Sulteng), (53) TWAL Pulau Tokobae (Morowali Utara-Sulteng), (54) SM Pulau Rambut (Jakarta), (55) SM Muara Angke (Jakarta), (56) SM Pinjan Tanjung Matop (Tolitoli-Sulteng).

Baca juga: Satu ton lebih sampah diangkut dari jalur daki Gunung Gede-Pangrango

Baca juga: Petik tanaman dilindungi, Sekelompok pemuda dilarang daki Gunung Dempo
Getasan, 10 Oktober 2020. Dalam rangka membangun sinergi pengelolaan pendakian gunung di sekitar Gunung Merbabu yang sesuai dengan standar SNI PPGI 8748-2019, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu pada 10 Oktober 2020 mengadakan kegiatan Kalipasang Camp. Peserta sejumlah 30 orang berasal dari pengelola jalur pendakian Gunung di Jawa Tengah. (FOTO ANTARA/HO-https://www.menlhk.go.id)


Penerapan prokes

Aktivitas wisata alam yang salah satunya pendakian gunung diyakini bakal menjadi tren saat masa normal baru.

Hanya saja, karena masih dalam masa pandemi ada perbedaan dengan masa sebelumnya, di mana saat ini ada ketentuan protokol kesehatan (prokes) COVID-19 yang wajib diterapkan dalam perizinan, khususnya bagi para pendaki.

Karena itu, terkait pelayanan perizinan yang menjadi kewenangan jajaran Direktorat Jenderal KSDAE-KLHK, Wiratno mengarahkan untuk memaksimalkan pelayanan melalui sistem dalam jaringan (daring).

Untuk pelayanan yang belum dapat dilakukan secara daring, maka aktivitas tersebut ditunda sampai dengan adanya pemberitahuan lebih lanjut.

Masyarakat tetap dapat menghubungi "Call Center" Direktorat Jenderal KSDAE serta "Call Center" pada 74 UPT jajaran Direktorat Jenderal KSDAE di daerah.

Berbagai upaya ini, dilakukan sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Republik Indonesia, dan arahan Menteri LHK dalam surat edaran nomor SE.1/MENLHK/SETJEN/SET.1/3/2020 tentang Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di KLHK.

Untuk kondisi ini, Kementerian LHK menyampaikan terima kasih atas kerja sama dan dukungan seluruh SKPD pemerintah provinsi, dan kabupaten serta seluruh mitra.

"Kami berharap, dengan membangun gerakan bersama secara terpadu, kita dapat menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan terkait COVID-19 ini," katanya.

Pegiat budaya tradisi, Ki Ahmad Fahir, yang malang melintang beraktivitas di Gunung Gede Pangrango menilai bahwa memang dibutuhkan kesabaran bagi siapa saja untuk berkegiatan di gunung selama masih pandemi.

"Meski di alam bebas, prokes COVID-19 memang mesti dipatuhi dan diterapkan. Tak ada yang bisa menjamin bahwa di alam bebas, seperti di gunung juga bisa terbebas dari penularan," kata pendiri Keluarga Mahasiswa Pascasarjana NU Institut Pertanian Bogor (KMNU IPB) itu.

Menteri LHK Siti Nurbaya juga menguatkan hal itu. "Yang paling penting dari persiapan pembukaan taman nasional ini adalah langkah-langkah protokoler COVID-19 dan itu mutlak dilakukan."

Baca juga: Protokol kesehatan diterapkan saat jalur daki Rinjani dibuka 7 Juli

Baca juga: Fayyadh dan ayahnya peringati HUT ke-74 Indonesia di Puncak Merbabu


Jaga kelestarian

Dalam satu kesempatan, Menteri LHK juga memberikan penekanan bagi para pendaki gunung untuk ikut menjaga kelestarian gunung dan hutan di dalamnya dalam beraktivitas.

Para pendaki yang merasa memiliki hubungan dengan alam sudah seharusnya menjaga dan menyayangi lingkungan.

Namun begitu, KLHK sebagai pemangku kebijakan juga tidak memungkiri perlunya aturan dan fasilitas yang jelas mengenai hal ini.

Pihaknya juga tengah dan terus melengkapi aturan dan fasilitas karena tidak bisa minta terus ke masyarakat tapi tidak mempersiapkan aturan, tanda dan lain-lain.

Dicontohkannya, beberapa taman nasional selama ini telah memiliki aturan main, seperti di Gunung Gede Pangrango, sudah ada pemberitahuan jalur mana saja yang bisa didaki, barang yang harus dibawa dan yang harus ditinggalkan.

Selain itu, tentu juga tidak ada yang boleh mengusik kelestarian gunung, termasuk lewat gangguan sampah, terlebih jika pendakinya membuang sampah sembarangan atau bahkan puntung rokok.

Pengelola gunung juga mulai menerapkan bersih lingkungan kepada para pendaki dengan memberi kantung plastik besar yang digunakan pendaki untuk tempat sampah yang mereka pungut di sepanjang jalur pendakian.

Jadi, bagi para pendaki dan pecinta gunung, di saat pandemi belum berakhir, maka selain bersabar --karena harus mengikuti kondisi pandemi-- yang tidak kalah pentingnya adalah menerapkan prokes, dan tetap menjaga kelestarian gunung, hutan dan lingkungan.

Sikap tersebut jelas menunjukkan sikap sejati bahwa pendakian gunung juga bagian menjaga lingkungan.*

Baca juga: Puluhan pendaki Lawu masih di puncak usai penutupan jalur daki

Baca juga: SAR ingatkan wisatawan tidak daki Gunung Agung

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021