posisi strategis sebagai pusat aglomerasi karena faktor lokasi, sejarah, pusat perdagangan dan bisnis regional serta merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan.
Banjarmasin (ANTARA) - Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan COVID-19 Hidayatullah Muttaqin SE, MSI, Pg.D mengatakan faktor aglomerasi jadi pemicu kriteria lebih ketat untuk Kota Banjarmasin di PPKM.

"Inilah pertimbangan pemerintah pusat sehingga pada akhirnya Banjarmasin kembali harus menjalani PPKM level 4,"  ucapnya di Banjarmasin, Rabu.

Dijelaskannya, Banjarmasin memiliki posisi strategis sebagai pusat aglomerasi karena faktor lokasi, sejarah, pusat perdagangan dan bisnis regional serta merupakan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan.

Konektivitas dan mobilitas yang tinggi, serta populasi terbanyak Kalsel menguntungkan Banjarmasin dalam aspek ekonomi di satu sisi. Tetapi di sisi lain sekaligus menempatkan "Kota Seribu Sungai" ini dalam posisi yang paling rentan di masa pandemi.

Perkembangan kota dengan kepadatan penduduk mencapai 6.680 jiwa per kilometer persegi ini juga mendorong munculnya daerah satelit yang mengitari Banjarmasin.

"Makanya wajar kriteria yang lebih ketat untuk Banjarmasin dibanding daerah lainnya dalam status level PPKM," cetusnya.

Diketahui PPKM level 4 yang berlaku sejak 5 hingga 18 Oktober 2021 itu jadi keputusan pemerintah pusat meski menurut Pemerintah Kota Banjarmasin tidak tepat karena seharusnya level PPKM sudah turun.

Muttaqin menjelaskan ada beberapa faktor yang menghambat Banjarmasin keluar dari PPKM level 4 selain aglomerasi tadi.

Pertama dalam satu pekan terjadi 27 kasus kematian di Banjarmasin atau setara 4 kasus kematian baru per 100 ribu penduduk.

Hal ini menyebabkan asesmen situasi COVID-19 Banjarmasin yang sudah membaik pada 21 September mulai memburuk sejak 27 September. Asesmen situasi yang sebelumnya sudah turun ke level 2 akhirnya naik kembali ke level 3.

Kedua, tracing Banjarmasin belum membaik dan masih terbatas. Rasio kontak erat masih tidak dapat beranjak dari angka 3. Posisi ini menyebabkan kapasitas respon sistem kesehatan Banjarmasin dinilai terbatas.

Untuk naik menjadi memadai, rasio kontak erat harus mencapai angka minimal di level 5. Sementara rasio ideal menurut standar WHO adalah dari setiap penduduk yang terkonfirmasi positif diperoleh 30 orang kontak erat.

Ketiga, capaian vaksinasi lansia baru 25 persen dari target. Padahal lansia merupakan kelompok masyarakat yang paling rentan jika terinfeksi COVID-19. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2020, ada 60 ribu penduduk lansia di Banjarmasin dan yang menjadi target lebih dari 45 ribu lansia.

Meski di sisi lain, capaian vaksinasi Banjarmasin secara umum untuk dosis 1 sudah menembus 50 persen dari target dan merupakan yang tertinggi di Kalimantan Selatan.

Ditegaskan Muttaqin, jika saja tidak ada kasus kematian, tracing membaik dan vaksinasi lansia memadai, maka bukan tidak mungkin Banjarmasin akan keluar dari PPKM level 4 dengan catatan indikator lainnya tidak memburuk.
Baca juga: Menko: PPKM level 4 di Kalsel fokus pada mobilitas hingga vaksinasi
Baca juga: Badko HMI bagikan makanan di daerah PPKM level IV Kalsel
Baca juga: Gas rem aktivitas ekonomi di saat pandemi

Pewarta: Firman
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021