Jakarta (ANTARA) - Direktur IT dan Operasi Bank Negara Indonesia (BNI), YB Hariantono, mengatakan situasi pandemi menuntut perbankan beserta nasabah melakukan sejumlah perubahan melalui percepatan transformasi digital.

“Pandemi ini memaksa orang untuk berubah. Bahkan selama pandemi, nasabah digital banking kami tumbuh 58 persen dalam satu tahun. Bukan hanya nasabahnya saja yang dipaksa berubah, pihak perbankan pun harus melakukan perubahan,” kata YB Hariantono saat diskusi virtual “IBM Partner Solutions Summit 2021” pada Rabu.

Sebagai bank penyalur dana bantuan sosial (bansos) dari pemerintah, Hariantono menyebutkan bahwa sejak awal pandemi telah terjadi pertambahan jumlah nasabah secara signifikan yang baru membuka rekening untuk kepentingan bansos. Hal tersebut akan terlalu sulit jika layanan bank masih sepenuhnya dilakukan secara manual.

“Sekarang tidak ada pilihan untuk transformasi digital. Kalau tidak, kami harus melayani pembukaan rekening jutaan nasabah dalam waktu yang singkat, itu tidak mungkin. Jadi, kami memaksa bank memberikan layanan-layanan digital yang tadinya belum tersedia,” ujar Hariantono.

Baca juga: BNI perkirakan marjin bunga bersih akhir tahun 4,7 - 4,9 persen

Ia mengatakan meski masih menyediakan layanan secara langsung, BNI terus melakukan transformasi dari segi infrastruktur teknologi, seperti pembukaan rekening melalui mobile banking dengan menggunakan teknologi face recognition, biometric verification, dan sebagainya.

Dalam digitalisasi perbankan, Hariantono mengungkapkan setidaknya terdapat tiga area pengembangan yang utama bagi perbankan.

Pertama, melakukan digitalisasi pada produk perbankan, termasuk pembukaan rekening, pemberian kredit, tabungan, dan sebagainya.

Yang kedua adalah digitalisasi platform, misalnya mobile banking untuk nasabah atau cash management untuk korporasi, sehingga semua layanan bisa diakses lewat platform.

Terakhir, produk dan platform tersebut harus terhubung dengan mekanisme Open Application Programming Interface (API) atau open banking sehingga memungkinkan pihak bank terhubung dengan pemilik produk bahkan pemilik digital platform lainnya.

“Koneksi dengan platform lain bukan hanya untuk layanan pembayaran saja, Open API juga bisa digunakan untuk pembukaan rekening, aktivasi kartu kredit, dan sebagainya. Semula hanya menjual produk lewat platform kami sendiri, dengan Open API kami juga bisa menjualnya melalui platform lain,” ujar Hariantono.

Menurutnya, BNI sendiri sudah menggunakan open service selama empat tahun ke belakang dengan lebih dari 280 layanan API yang sudah dibuka dan lebih dari 3000 institusi yang sudah terhubung dalam ekosistem.

Hariantono juga mengatakan dalam melakukan transformasi digital, BNI tetap memperhitungkan demografi nasabah yang bervariasi sebab setiap segmen generasi harus mendapatkan mekanisme layanan yang sesuai.

“Kalau kita lihat dari sisi demografi, generasi X, Y, dan Z lebih menyukai teknologi, maka mereka lebih nyaman layanan digital kami. Kalau generasi baby boomer, mungkin sebagian suka dengan channel digital tetapi sebagian lagi masih menyukai layanan secara interaksi personal,” kata Hariantono.

“Jadi, pengembangan teknologi ini harus berjalan secara paralel dan semua segmen harus kami layani. Kami akan terus berproses dengan berfokus pada segmen nasabah kami untuk kemudian menentukan layanan yang tepat untuk mereka,” pungkasnya.

Baca juga: Empat bank dan Twitter kolaborasi kampanyekan edukasi keamanan data

Baca juga: BNI perkenalkan "mobile banking" terbaru sesuai selera milenial

Baca juga: BNI perkuat tiga produk "champion" untuk tingkatkan layanan digital

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021