Jakarta (ANTARA) - Ketua Laboratorium Intervensi Sosial dan Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dicky Pelupessy mengatakan perilaku pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang (penyuka anak-anak) dapat terjadi secara berulang-ulang.

“Para pelaku pedofilia, mereka harus diwaspadai, karena dia punya kemungkinan melakukan tindakan yang sama. Itu bisa dilihat dari catatan-catatan empirik bahwa banyak pedofilia bisa mengulangi tindakannya,” kata Dicky saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan meskipun seorang pelaku pedofilia telah mendapatkan hukuman dari lembaga yang berwenang, pelaku dapat mengulangi perbuatannya setelah bebas. Hal tersebut dikarenakan secara alami orientasi seksualnya telah tertuju pada anak-anak.

Baca juga: Ketua PKK: Bali belum terbebas dari ancaman pedofilia

“Dia menyukai anak-anak. Pedo itu artinya anak dan philia artinya penyuka atau menyukai. Jadi memang orientasinya ke anak-anak, artinya secara alamiah dia akan mencari anak-anak, karena memang orientasinya kesana,” kata dia.

Dicky mengatakan tindakan berulang itu dapat terjadi pada saat pelaku memahami tingkat kewaspadaan di suatu lingkungan rendah.

Selanjutnya, dia menganalogikan situasi tersebut dengan situasi pasca-bencana. Pada saat pasca-bencana dalam keadaan mengungsi, orang tua cenderung memiliki kewaspadaan yang rendah, sehingga orang tua tidak menyadari keberadaan pelaku di dalam pengungsian, dan tidak dapat mencegah pengulangan tindakan yang mungkin akan dilakukan pelaku.

Ia mengatakan penting bagi orang tua untuk meningkatkan kewaspadaan dan melindungi anak, apabila mengetahui adanya seorang pelaku pedofilia dalam satu lingkungan.

Namun, dia menyayangkan Indonesia belum memiliki mekanisme kewaspadaan selanjutnya yang harus diterapkan pada pelaku setelah bebas menjalani masa hukuman. Ia menyarankan pemerintah untuk mencontoh negara lain yang memonitor pelaku melalui gelang lacak agar setiap gerakan pelaku dapat selalu terpantau.

“Sayangnya kita belum punya pengaturan ke arah sana. Kalau negara lain, mereka sudah dipasangi gelang, jadi pergerakan mereka akan termonitor. Itu salah satu mekanisme cegah tangkalnya,” kata dia.

Sementara itu psikolog dari Universitas Indonesia Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengatakan terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku dapat disebabkan oleh banyak hal. “Banyak faktor, antara lain persepsi yang salah tentang bagaimana mendapatkan kenikmatan seksual, persepsi yang salah tentang hubungan seksual itu sendiri,” kata Vera.

Ia mengatakan keinginan menguasai atau kejadian masa lalu dimana pelaku menjadi seorang korban dapat mempengaruhi seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan pelecehan seksual.

Baca juga: Polisi temukan belasan video korban pedofil Jambi

Baca juga: LPSK nilai hukuman kepada predator anak belum optimal diterapkan


Lebih lanjut, Vera menjelaskan akan sulit bagi seorang korban untuk menjalani aktivitas kesehariannya setelah kembali melihat pelaku.

Vera menyebut pelecehan seksual dapat membuat seorang anak merasa takut atau cemas, menarik diri, merasa dirinya rendah, dan sulit percaya pada orang lain. “Korban bisa merasa terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-harinya, karena perhatian orang kembali tertuju pada kasus ini. Korban juga dapat mengalami reenactment (seolah mengalami kembali peristiwa yang sudah lalu),” ujar dia.

Vera menegaskan pelaku pedofil harus menjalani proses hukum yang berlaku dan dipastikan tidak mengulang perbuatannya lagi.

"Apabila pelaku diharuskan untuk bebas, pemerintah perlu memastikan pelaku tidak berada dalam suatu lingkungan yang berisiko terjadinya pengulangan. Misalnya, seperti tidak diperbolehkan bekerja di lingkungan yang berhubungan dengan anak-anak," ujarnya.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021