"Asas keadilan sosial juga dianut sebagai turunan dari karakteristik masyarakatnya
Bogor (ANTARA) - Politisi senior Partai Golkar Fahmi Idris meraih gelar doktor ilmu filsafat dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (UI), setelah dinyatakan lulus dengan predikat "cum laude".

Fahri Idris dalam keterangan tertulisnya yang diterima, Senin, menyatakan pada ujian promosi doktor, di hadapan Dewan Penguji, dirinya berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Korupsi Pada Masyarakat yang Menjunjung Tinggi Keadilan Sosial: Refleksi Kritis Berbasis Kontraktualisme Rawls”.

Menteri Tenaga Kerja pada Kabinet Reformasi Pembangunan tahun 1998-1999 ini, dalam penelitian disertasinya menyatakan, korupsi dalam masyarakat muncul dari sifat bidimensionalitas manusia yang merupakan makhluk individu, sekaligus makhluk sosial guna mempertahankan hidupnya.

Fenomena korupsi di negara yang menganut asas keadilan sosial, kata dia, karena korupsi tertanam dalam karakteristik masyarakat yang tinggal di negara tersebut sebagai respons adaptif terhadap upaya bertahan hidup. "Asas keadilan sosial juga dianut sebagai turunan dari karakteristik masyarakatnya," katanya lagi.

Menteri Perindustrian pada Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2005-2009 ini menyatakan, fenomena korupsi dapat dicegah dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan refleksi dialogis dan pendekatan kultural.

Pendekatan refleksi dialogis, merupakan respons adaptif individual terhadap upaya bertahan hidup dan bersifat universal, sehingga terdapat pada semua warga negara yang memiliki kapasitas berpikir, serta cukup ditandai dengan kedewasaan dan kesehatan psikologis.

Sedangkan, pendekatan kultural dengan memanfaatkan karakteristik masyarakat, yang juga merupakan respons adaptif masyarakat secara kolektif terhadap upaya bertahan hidup. "Pendekatan kultural ini bersifat partikular, otomatis, dan mudah dijalankan," kata Fahmi yang kini berusia 78 tahun.

Menurut Fahmi Idris, kedua pendekatan ini dapat diterapkan pada tatanan moral, karena menggunakan agen-agen pembentuk moral masyarakat, yaitu tokoh agama sebagai salah satu deliberator yang memanfaatkan karakteristik masyarakat Indonesia yang religius.

Fahmi juga menekankan perlunya dipertimbangkan sanksi moral dan hukum dalam pengambilan keputusan terhadap pelaku korupsi. "Sanksi moral yang dibangun oleh agama dan refleksi dialogis perlu didukung oleh hukum, serta hukum yang ada perlu didukung sanksi moral dari masyarakat," katanya pula.

Hasil dari penelitiannya, Fahmi menyatakan, sanksi moral yang diberikan masyarakat, misalnya ekspresi kemarahan, kemarahan verbal, menyalahkan, memberi kecaman, teguran, penghindaran, bahkan kebencian yang didukung oleh hukum, akan memberikan umpan balik negatif pada individu yang berniat korupsi.
Baca juga: BPJS tanggung kembali tiga layanan kesehatan
Baca juga: Fahmi Idris yakin Munas Golkar tidak munculkan partai baru

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021