Ini terasa produksi lancar tapi tidak bisa disalurkan dan tidak bisa dijual. Jadi ada penumpukan stok dan berakibat ke cash flow (arus kas).
Jakarta (ANTARA) - Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dinilai pengusaha telah menyebabkan utilitas produksi turun, mulai dari produk keramik hingga plastik.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan sejatinya kebijakan PPKM sama sekali tidak mengganggu dari sisi produksi, tapi penyekatan di jalan untuk menekan mobilitas masyarakat membuat penyaluran produksi tidak optimal.

"Ini terasa produksi lancar tapi tidak bisa disalurkan dan tidak bisa dijual. Jadi ada penumpukan stok dan berakibat ke cash flow (arus kas)," katanya, Rabu.

Baca juga: Kemenperin "kawinkan" produsen dan pengguna industri keramik

Edy menuturkan bahkan sejumlah perusahaan mengaku akan melakukan offline (berhenti produksi) pada Agustus mendatang sebagai upaya untuk menyesuaikan permintaan yang ada.

Edy mengatakan utilitasi kapasitas nasional saat ini berkisar di angka 75 persen. Namun, kebijakan PPKM membuat utilisasi pabrik turun hingga sekitar 60 persen. Jika PPKM erpanjang lewat dari 25 Juli 2021,   kapasitas produksi dikhawatirkan akan sama seperti saat PSBB tahun 2020 lalu.

"Kalau (PPKM) diperpanjang, bisa ke skenario terburuk seperti tahun lalu, di mana kapasitas drop (turun) hingga di bawah 30 persen dan jumlah karyawan yang dirumahkan mencapai 20 ribu dari total 150 ribu karyawan," katanya.

Edy mengatakan penurunan kapasitas produksi pada Agustus mendatang tidak bisa dihindarkan. Oleh karena itu, asosiasi meminta ada keringanan biaya gas industri pada Agustus mendatang.

"Kami hanya minta Kementerian ESDM dan PGN, kami mohon minimum surcharge (tarif minimum) ditiadakan bulan Agustus dan September. Kami mendukung pemerintah. Saat ini karyawan hanya kami rumahkan dan dibayar penuh. Tapi soal gas, mohon dibantu penghapusan minimum surcharge," pinta Edy.

Baca juga: Menperin resmikan pabrik daur ulang plastik terbesar di Indonesia

Selain itu, asosiasi juga meminta bantuan diskon listrik sebesar 30 persen pada jam 11 malam hingga 6 pagi sebagai dukungan pemerintah atas dampak PPKM.

Senada, Direktur Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (Inaplas) Edi Rivai mengatakan PPKM membuat utlitas pabrik turun menjadi 70 persen hingga 80 persen dari sebelumnya sekitar 90 persen. Kendala utama terjadi di sisi midstream dan downstream.

"Kalau lihat PSBB tahun lalu itu turun jadi 50-60 persen. Ini sangat tidak kami inginkan karena kita tahu plastik adalah kebutuhan sehari-hari mulai dari farmasi, makanan, dan minuman juga lainnya," katanya.

Edi juga mengungkapkan banyak industri kecil dan toko di daerah kena razia petugas sehingga rantai pasok terganggu.

"Kami harap kebijakan PPKM ini terstruktur, dan mengganggu supply chain, termasuk toko, diberi kesempatan buka tapi fakta di lapangan disuruh tutup," katanya.

Ia memperkirakan skenario terburuk jika PPKM terus berlanjut, penurunan kapasitas industri bisa menyamai tahun lalu yakni di kisaran 50 persen hingga 60 persen.

"Kami juga berharap ada subsidi (listrik dan gas) karena produksi plastik kan harus dipanaskan. Kami harap subsidi bisa membantu di kondisi sulit ini," kata Edi.

Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021