Sejumlah pecahan memperlihatkan adanya pengait dan lubang
Jambi (ANTARA) - Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Balar Sumsel) melakukan penelitian di Candi Koto Mahligai yang merupakan salah satu candi yang terletak di Situs Kawasan Percandian Muara Jambi (SKPM), Provinsi Jambi untuk mengetahui peran dan fungsi candi pada masanya.

"Selama ini banyak yang menganggap bahwa candi-candi yang terdapat di Situs Kawasan Percandian Muara Jambi sebagai tempat peribadatan, namun tidak semua seperti itu, untuk mengetahuinya kita lakukan penelitian ini," kata Ketua Tim Penelitian Candi Koto Mahligai dari Balar Sumsel Retno Purwanti di Jambi, Jumat.

Dijelaskan Retno Purwanti Candi Koto Mahligai memiliki kedudukan yang unik karena terletak di bagian paling barat kawasan SKPM dan disebut candi oleh masyarakat sekitar, bukan Menapo.

Serta yang menambah keunikan candi tersebut yakni penamaannya. Dimana penamaan candi biasanya dikaitkan dengan bangunan suci, sementara belum ditemukan adanya data tentang fungsi candi sebagai bangunan suci.

"Penamaan Koto Mahligai juga unik, karena memilik arti sebagai kota tempat atau ruang kediaman raja atau putri-putri raja dalam lingkungan istana," kata Retno Purwanti.

Penelitian di Candi Kota Mahligai tersebut dilaksanakan dari tanggal 2 sampai dengan 17 Juli 2021. Sampai dengan hari Kamis (8/7) telah di buka tujuh kotak ekskavasi yang tersebar di sudut barat daya sebanyak dua kotak. Di sudut barat laut satu kotak ekskavasi yang berada di Menapo I.

Baca juga: Pemprov Jambi bentuk tim ahli cagar budaya kawasan Candi Muaro Jambi

Baca juga: Demi pengakuan UNESCO, Candi Muara Jambi dikelola bersama komunitas


Kemudian di Menapo II di buka dua kotak ekskavasi di sisi timur laut dan tenggara. Selanjutnya dua kotak pada Menapo III dan satu kotak ekskavasi pada Menapo V yang terletak di sudut halaman utama.

Dari hasil penggalian tanah pada tujuh kotak ekskavasi tersebut memperlihatkan adanya struktur bangunan bata berdenah bujur sangkar berukuran tiga kali tiga meter pada Menapo III dengan pintu masuk berada di timur. Pada Menapo I baru menemukan bagian luar dinding bangunan sehingga belum dapat diketahui bentuk denahnya.

Sementara itu, pada Menapo II telah ditemukan bagian dinding luar bangunan di sisi selatan dan penampil pada sisi timur laut sehingga dapat diketahui bahwa pintu masuk tidak berada di tengah dinding bagian timur.

Pada Menapo IV ditemukan 363 pecahan genting dari tanah liat dan keramik berglasir hijau. Dan pada sisi barat ditemukan struktur bata intak sebanyak empat lapis.

"Sejumlah pecahan memperlihatkan adanya pengait dan lubang, penggalian tanah pada Menapo IV ini menemukan 979 pecahan genting dan beberapa diantaranya berglasir hijau," kata Retno Purwanti.

Selain temuan struktur bangunan bata ditemukan juga pecahan-pecahan keramik China dari masa dinasti Tang dan Sung (abad 10-12 Masehi) dan paku. Sampai saat ini belum ditemukan artefak-artefak keagamaan, baik berupa arca maupun artefak pendukung lainnya.

"Berdasarkan hasil temuan-temuan tersebut simpulan sementara dari hasil penelitian ini adalah bahwa Candi Koto Mahligai bukan merupakan bangunan peribadatan, melainkan bangunan yang digunakan untuk tempat belajar-mengajar di kalangan umat Buddha," kata Retno Purwanti menambahkan.

Kesimpulan sementara tersebut didukung dengan belum ditemukan altar pada salah satu struktur di dalam kompleks Candi Koto Mahligai.

Tim penelitian arkeologi yang di pimpin oleh Retno Purwanti dari Balar Sumsel tersebut membawa anggota 11 orang tim arkeologi yang terdiri dari dua orang arkeologi-epigraf dari Balar Sumsel, satu orang arkeolog dari Balar Sumut dan satu orang arkeolog dokumenter dari Balar Sumsel. Kemudian Satu orang arkeolog dari Program Studi Arkeologi Universitas Jambi, dua orang tenaga teknisi dari Balar Sumsel dan dua orang arkeolog dari Perkumpulan Ahli Epigrafi Komisariat Daerah Sumatera Bagian Selatan.

Baca juga: Pemugaran di cagar budaya Muaro Jambi masih terus dilakukan

Baca juga: Kawasan Candi Muara Jambi menunggu dibuka di awal "new normal"

 

Pewarta: Muhammad Hanapi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021