Denpasar (ANTARA) - Rasanya, belum lama KRI Nanggala tenggelam dan lenyap/hilang di perairan sekitar 60 mil atau sekitar 95 kilometer, dari utara Pulau Bali pada Rabu (21/4/2021) sekitar pukul 03.00 WITA, tapi terbetik kabar ada sebuah kapal lagi, yakni KMP Yunicee yang tenggelam dan terbalik di perairan Selat Bali pada Selasa (29/6/2021) pukul 19.12 Wita.

Ya, hanya selang dua bulan dari KRI Nanggala-402 yang hilang kontak (lost contact). Kapal selam buatan Jerman tahun 1979 tersebut diperkirakan hilang di perairan sekitar 60 mil atau sekitar 95 kilometer, dari utara Pulau Bali, Rabu (21/4/2021) sekitar pukul 03.00 WITA.

"Baru izin menyelam, setelah diberi clearance, langsung hilang kontak," kata Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kepada sejumlah wartawan yang dilibatkan untuk meliput latihan penembakan rudal yang juga diikuti KRI Nanggala.

KRI Nanggala-402 merupakan satu dari dua kapal selam tua buatan industri Howaldt Deutsche Werke (HDW), Kiel, Jerman Barat. Harian Kompas (11/4/2005) mencatat pengadaan kedua kapal selam pada 1981 itu merupakan upaya memperkuat kekuatan laut Indonesia, karena tinggal satu dari 12 kapal selam yang dimiliki Indonesia, yang masih bisa menyelam.

Sabtu (24/4/2021), medsos diramaikan dengan isu bahwa ada kapal selam kelihatan di permukaan laut, ternyata KRI Alugoro, bukan KRI Nanggala yang ditemukan. Namun, Sabtu (23/4) pukul 17.32 WITA, komponen KRI Nanggala, mulai diketemukan.

Baca juga: KRI Nanggala-402 ditemukan pada kedalaman 838 meter

Minggu (25/4/2021) petang, Panglima TNI dan Kasal menggelar konperensi pers yang menyimpulkan bahwa 53 prajurit terbaik Hiu Kencana telah gugur dalam penugasan di perairan utara Bali.

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Minggu (25/4) telah menyatakan kesedihan yang mendalam karena 53 personel yang ada di KRI Nanggala-402 telah gugur. Prajurit-prajurit terbaik Hiu Kencana telah gugur saat melaksanakan tugas di perairan Utara Bali.

Ia mengatakan bahwa KRI Nanggala-402 dinyatakan telah tenggelam dan seluruh awaknya telah gugur diperkuat dengan penemuan bukti-bukti otentik setelah dilakukan pemindaian secara akurat, karena KRI Rigel menggunakan multibeam sonar dan magneto meter dan telah menghasilkan citra bawah air yang lebih detail. MV Swift Rescue telah menurunkan ROV untuk memperkuat citra bahwa air secara visual menggunakan kamera.

Dengan "kesimpulan" itu, maka proses pencarian akan berlanjut ke proses evakuasi di perairan Celukan Bawang, Buleleng, Bali Utara, Senin (26/4/2021), namun penyisiran pada hari pertama (26/4) agaknya nihil hingga kini. Bagian-bagian KRI Nanggala juga belum dapat diangkat, karena bobot yang berat dan kedalaman yang curam dan penuh karang.

Ya, awak KRI Nanggala-402 telah melakukan "On Eternal Patrol" (menjaga kedaulatan laut untuk selamanya) bersama deburan air laut yang tenang dan lenyap dalam senyap.

Namun, ketenangan perairan Bali kembali diusik lagi dengan adanya sebuah kapal yakni Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee yang tenggelam dan terbalik di perairan Selat Bali atau tidak jauh dari dermaga LCM pada Selasa (29/6/2021) pukul 19.12 Wita.

KMP Yunicee milik PT. Surya Timur Line itu berangkat dari Pelabuhan Ketapang menuju Pelabuhan Gilimanuk pada pukul 18.29 Wita dan dilaporkan terbawa arus ke arah Selatan Pelabuhan Gilimanuk, kemudian posisi kapal miring dan tenggelam.

Baca juga: TNI AL investigasi terkait penyebab kecelakaan KRI Nanggala-402

Faktor penyebab
Kabar terakhir KMP Yunicee yang diperoleh dari tim gabungan di Gilimanuk pada Kamis (1/7/2021) pukul 18.00 Wita bahwa KMP Yunicee mengangkut 76 penumpang yakni 51 penumpang selamat, 18 penumpang hilang/belum ditemukan (2 dari 18 penumpang hilang adalah balita), dan 7 penumpang meninggal/ditemukan meninggal.

Tentu, kejadian tenggelamnya kapal di perairan Bali untuk kesekian kalinya itu tidak boleh disusul dengan berita atau informasi yang sama lagi tanpa adanya ikhtiar untuk mencari faktor penyebab dan mencari solusi agar kejadian serupa tidak terjadi dan terjadi terus.

Dosen Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Prof. I Ketut Aria Pria Utama, FRINA, menyampaikan analisis dugaan penyebab tenggelamnya KMP Yunicee di perairan Selat Bali (29/6).

Secara umum, dia menyebut, umur rata-rata kapal feri adalah 20 tahun, sementara di luar negeri hanya 10 tahun dan dijual. Tetapi jika dirawat dengan baik, maka kapal bisa dioperasikan sampai 5-10 tahun ke depan.

Prof. Ketut memaparkan dilihat dari foto, pintu rampa kapal sudah ditutup dengan kedap yang sesuai dengan standar. Kenapa kapal itu bisa tenggelam, hanya ada satu jawaban yakni air masuk. Hanya, bagaimana caranya air masuk. Ada beberapa kemungkinan soal itu, ungkapnya.

Vice President the Royal Institution of Naval Architects (RINA) Regional Asia itu mencontohkan saat peristiwa kapal tenggelam salah satunya di Teluk Bone, Sulawesi, kapal tidak mengalami kebocoran, tapi air masuk karena gelombang laut yang besar melalui pintu rampa yang tidak kedap, sehingga ruang mesin dipenuhi air dan membuat kapal terbalik.

Diamenyebut dari insiden KMP Yunicee ini kemungkinannya juga karena nakhoda tidak memperhatikan jika kapal sudah kandas. Ada di daerah yang tidak rata, mengenai kapal dan membuatnya robek dan membuat air masuk.

Selain itu, ada bukaan di KMP Yunicee yang dapat ditutup saat musim dingin. Bukaan tersebut dibuka agar ada angin yang masuk daripada harus memasang AC yang ongkosnya mahal, namun bukaan tidak boleh terlalu banyak dan terlalu lebar.

Sebab jika ada gelombang besar, maka air akan masuk ke bukaan tersebut dan membuat kapal terbalik. Tapi kalau dia kandas ada sisi lain yang mengenai kapal dan membuatnya robek. Apalagi peristiwa terbaliknya sangat cepat, sebutnya.

Dari berbagai kemungkinan itu, ia menyarankan standar dari pemerintah perlu diubah. Standar untuk reparasi kapal sekitar 12-18 bulan, lalu yang diperiksa adalah ketebalan pelat dan pelat di lambung karena bersentuhan langsung dengan air.

Hal itu berpotensi korosi yang membuat ketebalan dan kekuatannya berkurang, sehingga harus diperiksa. Kalau batasan pelat kurang dari standar di BKI, maka harus diganti.

Selain standar reparasi juga perlu standar bagaimana operasi kapal, misalnya jumlah kapal yang dapat beroperasi, lalu bagaimana perencanaan antara kebutuhan, perbaikan, dan evaluasi secara menyeluruh, sehingga kapal tidak tenggelam dan korban semakin banyak karena usia kapal-kapal tua dengan tingkat keamanan kurang terjaga.

Baca juga: TNI AL temukan titik lokasi tenggelamnya KMP Yunicee

Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021