Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Direktur Sabang-Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan mempertanyakan relevansi Profesor David T Ellwood dari Universitas Harvard, AS, berbicara tentang penciptaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan kesejahteraan rakyat di Istana Negara, Rabu (15/9).

"Indonesia tidak begitu relevan belajar cara mengatasi kemiskinan, kesejahteraan, ataupun mengurangi pengangguran dari seorang Profesor Universitas Harvard," kata Syahganda Nainggolan di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, pengetahuan profesor itu tidak lebih baik dari akademisi, pemerhati sosial ekonomi, ataupun penggiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada di Tanah Air.

"Presidential Lecture" dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, seluruh menteri, rektor perguruan tinggi, pimpinan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dewan Pertimbangan Presiden, perwakilan negara sahabat, serta kalangan media.

Dikatakan, tidak semua konsep yang berasal dari akademisi barat cocok diterapkan di Indonesia. Sementara para ahli Indonesia, termasuk penggiat LSM, praktisi ekonomi, dan pemerhati sosial, dipandang memiliki kompetensi sekaligus pengalaman dalam
menangani permasalahan tersebut.

Syahganda juga merasa heran Presiden justru lebih ingin mendengar dari pengamat luar dibanding pakar Indonesia sendiri.

Presiden SBY dan para menterinya, kata dia, seharusnya menghadirkan berbagai pihak yang mengerti betul aspek pengangguran, kemiskinan, serta kesejahteraan sehingga hasilnya lebih mengena.

Selain itu, masukan itu dapat langsung digunakan oleh pemerintahan SBY-Boediono karena analisisnya akan berlatarbelakang empiris keindonesiaan.

Bahkan, lanjut Syahganda, bila dianggap mendesak Presiden SBY dapat mengundang perwakilan buruh, elemen masyarakat, atau pihak tertentu untuk melengkapi penyelesaian masalah yang dihadapinya, mengingat persoalan pengangguran, kemiskinan, dan kesejahteraan rakyat belum mendapat penanganan ekstra Presiden SBY.

"Sudah dalam dua periode ini pemerintahan SBY tidak menunjukkan tanda-tanda yang dapat mengangkat harkat kehidupan rakyat secara bermartabat dan sejahtera," ujar mantan Direktur Eksekutif Center for Information and Development Studies (CIDES) itu.

Menurut Syahganda, penjelasan atas tiga persoalan yang diangkat David T Ellwood juga umumnya teoritis atau sulit diimplementasikan, yang tidak bersandar pada realitas sosial kemasyarakatan Indonesia. Bahkan, para pakar Indonesia pun cukup sering mengemukakan tema yang disampaikan David T Ellwood.

"Belum lagi, watak kemiskinan yang ada di negeri ini bersifat struktural yang `sengaja` dipelihara melalui kebijakan pemerintah, bukan semata-mata kemiskinan fungsional. Saya yakin soal ini tidak dipahami secara baik oleh David Ellwood," ungkap Syahganda.(*)
(R.D011*D007/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010