Jakarta (ANTARA) - Lembaga Destructive Fishing Watch (DFW) menginginkan agar hukum adat yang telah berlangsung secara turun-temurun di berbagai daerah dapat direvitalisasi guna mendukung pengelolaan sumber daya laut nasional.

"Perlu ada revitalisasi hukum adat dalam pengelolaan sumber daya laut dan mendorongnya menjadi hukum dan kebijakan formal ditingkat lokal," kata Koordinator Nasional DFW Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Moh Abdi mencontohkan, revitalisasi hukum adat penting dilakukan seperti di kawasan perairan Wabula, Buton, Sulawesi Tenggara.

Ia memaparkan, Wabula merupakan wilayah sensitif dan kaya akan keanekaragaman hayati laut, dengan luas mencapai hingga 47.140 hektare.

Baca juga: DFW: Atasi rumpon tanpa izin di Laut Banda

Melalui sistem "Nambo" yang merupakan kearifan masyarakat lokal di sana, praktik pemanfaatan sumber daya laut pada wilayah KBA Wabula selama ini didominasi oleh perikanan skala kecil. Jenis ikan yang menjadi target tangkapan nelayan lokal yaitu jenis ikan karang, cumi, gurita (marine fish) dan ikan tuna.

Salah satu komoditas yang menjadi ciri khas perairan Wabula dan dikelola dengan sistem tersebut adalah teripang (Sea cucumbers) dan lola (Trochus niloticus).

"Melalui sistim Nambo, wilayah kelola laut Wabula mendapat perlindungan masyarakat lokal. Sayangnya, kearifan lokal Wabula dalam pengelolaan sumber daya laut mengalami ancaman kepunahan yang disebabkan oleh melemahnya peranan lembaga adat dan konflik sosial pemanfaatan oleh masyarakat," paparnya.

Di satu sisi, pemanfaatan sumberdaya laut di wilayah Wabula saat ini belum didukung dengan sistem data dan informasi hasil, pendokumentasian dalam pemanfaatan sumber daya laut.

Hal tersebut, lanjutnya, menyebabkan tingkat pemanfaatan sumber daya laut tidak terpantau dengan baik. Untuk itu, DFW berkolaborasi dengan berbagai pihak antara lain Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) guna menggelar program Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Skala Kecil Berbasis Masyarakat Adat Di Wabula Kabupaten Buton.

Abdi mengatakan melalui program ini akan memperkuat pengelolaan perikanan skala kecil berbasis masyarakat adat Wabula. “Wabula menarik karena data sejarah dan saintifik tentang keanekaragaman hayati dan upaya perlindungan yang dilakukan oleh masyarakat melalui hukum adat Nambo berjalan sejalan dan selaras” katanya.

Baca juga: Indonesia perlu riset kajian stok benih lobster, ini alasannya

Koordinator Program Wabula, DFW Indonesia, Nasruddin mengatakan salah satu intervensi proyek ini adalah  menfasilitasi penguatan perikanan skala kecil terutama nelayan tuna di kecamatan Wabula dan Pasarwajo.

"Kami akan bekerja sama dengan pemerintah lokal dan kelompok nelayan agar kapal penangkap tuna bisa mendapatkan pas kecil, surat ukur kapal dan registrasi kapal kecil sehingga kontrol terhadap kegiatan penangkapan ikan dapat dilakukan oleh pemerintah," papar Nasruddin.

Sementara itu, Bupati Buton La Bakri mengatakan sangat mendukung program ini karena sejalan dengan upaya pemerintah kabupaten Buton untuk mengembangkan pariwisata.

“Kami harap program ini dapat mendukung pelestarian lingkungan laut di Wabula sehingga pariwisata berkelanjutan dapat berkembang” kata La Bakri.

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021