Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat memeriksa mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB Husnul Fauzi sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan benih jagung tahun 2017.

"Husnul Fauzi, mantan Kepala Distanbun NTB ini diperiksa sebagai tersangka untuk kali pertama," kata Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Kamis.

Baca juga: Kejati NTB periksa maraton PPK kabupaten/kota proyek jagung 2017

Terkait dengan materi pemeriksaannya, Dedi masih enggan menyampaikan, karena hal itu menjadi kewenangan penyidik.

"Itu (materi pemeriksaan) masuk teknis, penyidik saja yang punya kewenangan menjelaskan," ujarnya.

Husnul Fauzi datang ke Kejati NTB dengan didampingi tim kuasa hukumnya. Dengan mengenakan baju putih berkerah, Husnul bergegas masuk ke Gedung Kejati NTB dan langsung menuju ruang penyidik pidsus.

Hingga berita ini diterbitkan, terpantau Husnul Fauzi masih berada di ruang Penyidik Pidsus Kejati NTB.

Dalam kasus ini, Husnul Fauzi berperan sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) yang ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial IWW, dan dua direktur pelaksana proyek, berinisial LIH dan AP.

Sebagai tersangka keempatnya disangkakan Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.

Baca juga: Kejati NTB siapkan materi pemeriksaan empat tersangka korupsi jagung

Dalam proses penyidikannya, telah muncul kerugian negara hasil perhitungan mandiri penyidik. Nilainya mencapai Rp15,45 miliar.

Angka Rp15,45 miliar itu muncul dari jumlah benih tidak bersertifikat dan gagal tanam. Munculnya angka tersebut dari pengadaan yang dilaksanakan oleh dua perusahaan swasta yang berperan sebagai pelaksana proyek atau penyedia benih.

Dalam rinciannya, kerugian negara dari PT. WBS muncul angka Rp7 miliar. Kemudian dari PT. SAM Rp8,45 miliar.

Dari hasil penyidikan yang dilakukan sejak Oktober 2020 lalu, penyidik kemudian memastikan bahwa munculnya kerugian negara yang cukup besar itu diduga akibat ulah para tersangka.

Proyek pengadaan benih jagung tahun anggaran 2017 ini berasal dari program budidaya jagung skala nasional Ditjen Tanaman Pangan Kementan RI.

Provinsi NTB saat itu mendapat kuota tanam seluas 400.805 hektare dengan target panen 380.765 hektare.

Pengadaannya tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada di NTB dengan anggaran mencapai Rp48,256 miliar dari jumlah pengadaan skala nasional yang nilainya Rp170 miliar.

Giat penyaluran dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap pertama dengan anggaran Rp17,256 miliar, PT. SAM menyalurkan benih jagung ke petani sebanyak 480 ton. Untuk tahap kedua dengan nilai pengadaan Rp31 miliar, PT. WBS menyalurkan 849 ton benih jagung.

Namun dalam prosesnya, muncul temuan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian (BPSB-P) NTB terkait 190 ton benih jagung yang dikabarkan tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan. Ada yang rusak sehingga dikembalikan oleh kelompok tani.

Munculnya temuan itu sebelumnya menjadi dasar Tim Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK) Kejagung RI melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.

Baca juga: Kejati NTB: Kerugian korupsi jagung 2017 mencapai Rp15,45 miliar

Baca juga: Kejaksaan telusuri tersangka korupsi jagung melalui transaksi keuangan

Baca juga: Kejati NTB terima pelimpahan berkas korupsi jagung dari Kejagung RI

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2021