Jakarta (ANTARA) - Pengusaha sekaligus adik Menhan Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo bersama anaknya yang kini menjadi Calon Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Rahayu Saraswati mengklarifikasi keterkaitan PT Bima Sakti Mutiara (BSM) dalam ekspor benur (benih lobster).

Klarifikasi tersebut dilakukan Hashim dan Rahayu didampingi oleh Kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea di salah satu kafe di Jakarta, Jumat.

Dalam kesempatan tersebut, Kuasa hukum Hashim Djojohadikusumo, Hotman Paris mengatakan tulisan di salah satu media cetak nasional tentang PT BSM sudah memiliki izin ekspor benih lobster adalah informasi yang tidak benar.

"Di dalam majalah ini (tidak disebut namanya), disebutkan (PT BSM) sudah punya izin ekspor. Padahal izin ekspornya saja belum ada," ujar Hotman.

Hotman mengatakan kliennya memiliki sejumlah surat yang menjadi bukti bahwa izin ekspor tersebut belum pernah didapatkan PT BSM dari pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Baca juga: Saat benih lobster berubah menjadi koper

Atas dasar bukti-bukti tersebut, Hotman mengatakan bahwa kliennya, Keluarga Djojohadikusumo, telah menjadi korban pencemaran nama baik oleh informasi yang tidak benar tersebut.

Kedua, Hotman juga menyampaikan bahwa kliennya merasa keberatan dengan tulisan 'Para Perompak Benur' yang menyertai karikatur mirip kliennya pada cover salah satu media cetak nasional tersebut.

Hotman mengatakan bukti karikatur tersebut menggambarkan kliennya, Hashim Djojohadikusumo bersama Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto, yaitu berdasarkan ciri-ciri fisik yang menyertai penggambarannya.

"Perompak, anda tahu enggak artinya? Artinya ya bajak laut. Memang tidak disebutkan secara langsung Hashim dan Prabowo, tapi anda lihat ini siapa lagi kalau bukan gambarnya? Kan Pak Hashim ini, yang (gambar Prabowo) lebih mirip lagi," kata Hotman.

Pernyataan Hotman itu dibenarkan oleh Hashim Djojohadikusumo yang juga hadir di lokasi bersama anaknya, Rahayu Saraswati, dan juga presenter Deddy Corbuzier.

Baca juga: KPK amankan dokumen ekspor benih lobster terkait kasus Edhy Prabowo

"Karena seperti Pak Hotman bilang, itu gambar itu ada yang pesek, mata sipit, ganteng, itu saya. Ada yang matanya sipit, gendut, itu Prabowo," kata Hashim.

Sara menambahkan keterangan Hotman tersebut bahwa informasi yang benar adalah permohonan izin ekspor benih lobster itu sudah diajukan atas inisiatif sendiri oleh PT Bima Sakti Mutiara tetapi izinnya belum dikeluarkan oleh pemerintah.

Ia mengatakan untuk kejelasan masalah eskpor tersebut juga dapat menonton tayangan di kanal Youtube Let's Talk With Sara episode bersama Ketua Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik Kelautan dan Perikanan Effendy Ghazali dan Wakil Ketua Komisi Bayu Priyambodo.

"Mereka juga menjelaskan betapa beratnya secara finansial untuk melakukan pembudidayaan lobster, dan itu waktu yang sangat banyak. Untuk ekspornya ini kami (PT BSM) menyetujui untuk masuk, sudah dijelaskan menggunakan data dari KKP itu sendiri sejak tahun 2019, sebelum pak Edhy (Menteri KP Edhy Prabowo) menjabat Menteri, data menunjukkan jumlah stok benih lobster yang ada di Indonesia itu bermilyaran," kata Sara.

Sara mengatakan Indonesia mau menjadi super power di bidang kemaritiman, maka budidaya miliaran benih lobster itu di dalam negeri perlu mendapat pendanaan dari pendapatan negara.

Untuk itulah, menurut Sara, KKP membuka kran ekspor benih lobster. Sehingga milyaran benih lobster di dalam negeri tersebut bisa dibudidayakan dari pendapatan yang diperoleh negara.

Baca juga: KPK buka peluang tetapkan tersangka korporasi dalam kasus Edhy Prabowo
​​​​​​​

"Kebutuhan benur dari Vietnam itu hanya beberapa ratus juta. Sedangkan stok kita miliaran. Jadi kita masih bisa (ekspor). Nah, itu kami (PT BSM) atas inisiatif sendiri (mengajukan izin ekspor) karena mendapat masukan dari para pakar dan berdasarkan data dari KKP sendiri," kata Sara.

Hashim menambahkan bahwa PT Bima Sakti Mutiara yang telah berbisnis selama kurang lebih 34 tahun (sejak tahun 1986) tidak pernah memiliki keinginan untuk memonopoli dalam kegiatan bisnisnya.

Lebih lanjut, keinginan perusahaan yang semula bergerak dalam bisnis mutiara itu untuk terjun ke bisnis budidaya hasil laut lainnya adalah karena didorong lesunya bisnis mutiara tersebut.

"Lima tahun yang lalu, bisnis mutiara itu sedang mulai mengalami mandek. Kami merugi terus, terus terang saja. Kami memiliki 214 karyawan di Nusa Tenggara Barat. Timbul ide lima tahun lalu untuk mengajukan diversifikasi di luar mutiara," kata Hashim.

Baca juga: KPPU sebut tidak ada kebijakan KKP terkait logistik ekspor benur

Ketika bertemu Edhy, Hashim mengaku telah meminta agar ekspor benih lobster itu dibuka seluas-luasnya sehingga tidak terjadi monopoli.

"Saya sudah wanti-wanti, saya pesan ke dia, Ed, jangan ada monopoli. Kalau saya kamu, saya kasih 100 izin ekspor. Dia bilang, pak Hashim, saya kira 50. Saya bilang tidak, Ed seratus saja. Dan ternyata dia ikuti saya, 61 izin dia kasih, melebihi 50," kata Hashim.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2020