Melihat beberapa indikator tersebut, kami melihat pasar obligasi dan saham berpotensi menguat, sebagai wadah dari investasi asing yang masuk. Adapun, jika yield obligasi turun, kita menargetkan investasi di pasar saham yang meningkat karena proyeksi
Jakarta (ANTARA) - Bahana TCW Investment Management memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan berada pada level 6.800 pada tahun depan.

Kepala Makroekonomi dan Direktur Strategi Investasi PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat dalam keterangangan di Jakarta, Senin, mengatakan, ada beberapa faktor pendorong yang menyebabkan IHSG berpotensi mencapai level tersebut.

Pertama, penyaluran stimulus dana Pemulihan Ekonomi Nasional yang telah mencapai 78 persen. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan jumlah uang beredar atau M1 growth sebesar 17,6 persen pada September 2020 lalu. Kondisi ini juga didukung dengan kenaikan harga komoditias.

Kedua, sinyal pertumbuhan kredit yang perlahan tumbuh. Meski pertumbuhan kredit di September hanya tumbuh 0,12 persen, angka itu masih positif dibandingkan pertumbuhan kredit pada kuartal II 2020.

Bank Indonesia memproyeksi, pertumbuhan kredit di kuartal IV 2020 akan membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini karena saldo bersih tertimbang mencapai 57,6 persen, yang lebih tinggi dibanding kuartal III lalu sekitar 50,7 persen.

Budi mencermati aliran dana asing telah masuk pada Oktober, dan kian meningkat pada November. Hal tersebut mendorong penguatan rupiah, sehingga memberi keyakinan bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga 3,75 persen.

Aliran dana asing tersebut didorong dari terpilihnya Joe Biden sebagai Presiden AS yang memberi harapan adanya perubahan pada sejumlah kebijakan yang mendorong rotasi investasi ke negara berkembang.

Sejak 2008, stimulus telah memperkuat ekonomi negeri Paman Sam ini sendirian. Hal itu menyebabkan investor asing relatif malas ke negara berkembang. Hal ini terlihat dari pergerakan IHSG yang "underperform" selama 10 tahun.

"Melihat beberapa indikator tersebut, kami melihat pasar obligasi dan saham berpotensi menguat, sebagai wadah dari investasi asing yang masuk. Adapun, jika yield obligasi turun, kita menargetkan investasi di pasar saham yang meningkat karena proyeksi imbal hasil yang lebih bagus," kata Budi.

Sepanjang November, IHSG telah menguat 12,77 persen dan telah berada pada level 5.783. Meski demikian, IHSG masih belum berada di level pada awal tahun, saat di level 6.323.

Budi berpendapat, IHSG masih berpotensi naik pada 2021. Rupiah juga berpotensi berada di bawah level Rp14.000 per dolar AS pada akhir tahun.

"Hal ini didukung dengan sentimen-sentimen perbaikan ekonomi Indonesia tahun depan, dan harapan akan vaksin yang mulai didistribusikan," ujar Budi.

Baca juga: BEI berharap fatwa saham dan sukuk tingkatkan kepercayaan masyarakat

Baca juga: Dirut BEI: Pasar modal syariah RI berkembang pesat, investor melonjak

Baca juga: BRI Ventures-BEI kolaborasi pacu perusahaan rintisan "go public"

Baca juga: BEI: Masih ada 18 perusahaan berencana melantai di bursa tahun ini

 

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020