Untuk masalah pakan satwa ada subsidi pakan sebagaimana perintah re-focussing program dan anggaran
Jakarta (ANTARA) - Saat Mei 2020, tatkala pandemi COVID-19 sedang menunjukkan tren meningkat, lembaga konservasi (LK) satwa, seperti kebun binatang, taman satwa, taman satwa khusus, dan Taman Safari mengalami dua pukulan sekaligus.

Pertama, dari aspek ketenagakerjaan, ribuan atau bahkan puluhan ribu pekerjanya terpaksa dirumahkan dan bahkan ada yang harus menerima kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK) mengingat tidak ada pengunjung.

Kedua ,dari sisi satwanyai. Seperti halnya pekerjanya, satwa adalah makhluk hidup yang harus mendapatkan asupan makanan setiap hari.

Pandemi yang memukul semua sektor pun, berdampak pada asupan pakan para satwa, karena jika pengelolaannya tidak aktif maka juga tidak ada pemasukan.

Kondisi itu terjadi karena satwa di LK, meski ditutup untuk menghindari penyebaran COVID-19 di tempat keramaian, harus tetap dipelihara dan mendapatkan makanan.

Pemberian pakan dan pemeriksaan kesehatan tetap harus dilakukan untuk menjamin kesejahteraan satwa di LK.

"Sekurangnya, ada sebanyak 22.000 tenaga kerja yang bekerja di kebun binatang se-Indonesia," kata Sekretaris Jenderal Perhimpunan Kebun Binatang se-Indonesia (PKBSI) Tony Sumampau dalam bincang-bincang pada Mei 2020.

Para tenaga kerja tersebut tetap bekerja dengan memberi makan hampir 70.000 ekor satwa yang terdiri atas 4.300 jenis atau spesies.

Namun, hal yang tak terhindarkan, beberapa pegawai seperti bagian keamanan, kebersihan, dan staf di bagian tiket ada yang terpaksa dirumahkan.

Tony Sumampau menambahkan bahwa di keanggotaan PKBSI, tidak semua pengelola kuat menahan dampak pandemi ini.

Baca juga: Lembaga konservasi satwa pun terdampak COVID-19

Oleh karena itu, pihaknya mengusung berbagai program untuk mengajak pemangku kepentingan terkait agar bisa memberikan bantuan kepada LK satwa.

"Kami bersyukur ada donasi-donasi, baik perorangan, lembaga, dan juga pejabat pemerintah," katanya.

Secara kelembagaan, PKBSI juga mengirimkan surat kepada pemerintah guna mendapat berbagai kebijakan yang bisa membantu meringankan mereka.
Di tengah pandemi COVID-19 karyawan di Lembaga Konservasi satwa "ex-situ" (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menanam sayuran dan buah-buahan guna efisiensi untuk memberikan pakan satwa. (ANTARA/HO-Humas TSI)


Subsidi pakan

Melihat kondisi tersebut, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menegaskan bahwa negara hadir untuk memberikan bantuan dan dukungan.

"Untuk masalah pakan satwa ada subsidi pakan sebagaimana perintah re-focussing program dan anggaran. Itu yang dikelola Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dan sudah berjalan," kata dia dalam pernyataan resmi.

Ia menambahkan bahwa ada satu lagi program yang sedang dibantu sekjen, yakni stimulus ekonomi seperti keringanan pajak, keringanan waktu bayaran cicilan, dan lain-lain.

Khusus di bagian dimaksud, kata dia, hal itu menjadi otoritas lembaga yang lain, seperti Kemenko Perekonomian dan Kementerian Keuangan, dan lain-lain.

"Yang kami lakukan ialah mengusulkan dan sudah bersama ikut membahas bersama," katanya.

Pembahasan bersama itu dilakukan dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri, termasuk di rapat-rapat terbatas kabinet di mana Presiden Joko Widodo sangat peduli.

Namun, kata dia, yang lebih penting adalah pada tingkat implementasinya yang masih harus diperkuat, harus dengan spesifikasi rinci untuk masuk dalam daftar "benefeciaries stimulus" dan hal itu yang diupayakan.

Menurut dia, Presiden, Menko dan Menkeu sudah mengeluarkan kebijakan stimulus untuk jenis usaha hutan alam (HPH) dan sedang diperjuangkan untuk Hutan Tanaman Industri (HTI).

"Serta sekarang menyusul lembaga konservasi umum atau dikenal masyarakat luas kebun binatang," katanya.

Siti Nurbaya mengakui pandemi COVID-19 bukan saja pada manusia tetapi juga kehidupan satwa, khususnya di LK.

Baca juga: Hadapi pandemi COVID-19, kebun binatang terapkan metode khusus

Dalam kaitan itu, yang berkembang sekarang adala soal manajemen LK, yakni soal kemampuan manajemen untuk memelihara satwa karena LK tutup dan sudah tidak menerima kunjungan.

Bahkan, sejak awal beriringan dengan penutupan Taman Nasional dan kawasan wisata alam.

"Tentang satwa, karena dia milik negara yang kami titipkan kepada LK, maka sudah diantisipasi sejak awal terkait masalah COVID-19, yaitu pada sisi kecukupan kesediaan pakan satwa," katanya.

Selain itu, mengantisipasi dan dengan identifikasi yang mendalam, kalau-kalau atau dikhawatirkan COVID-19 dapat menular kepada satwa.
Pengunjung melihat gajah di kebun binatang Gembira Loka, Umbulharjo, Yogyakarta, Jumat (30/10/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/wsj.


Pengecekan

Guna melihat langsung kondisi di LK, Dirjen KSDAE KLHK Wiratno melakukan pengecekan langsung ke lapangan.

Salah satunya, yang dilakukan di Gembira Loka Zoo (GL Zoo) Yogyakarta pada pertengahan Mei lalu.

Tujuannya, memastikan keberadaan fisik satwa apakah sudah dikelola sesuai kaidah kesejahteraan satwa dan mengoordinasikan LK di bawah PKBSI yang terdampak pandemi COVID-19 dan perlu mendapatkan bantuan.

Wiratno mengatakan LK umum di Indonesia seperti kebun binatang, taman satwa, taman satwa khusus, dan Taman Safari yang telah mendapatkan izin pemerintah melalui KLHK sebanyak 81 unit.

Pihak pengelolanya mulai dari badan usaha milik pemerintah daerah maupun badan usaha milik swasta (BUMS).

Dengan jumlah koleksi satwa lebih dari 66.845 individu, baik karnivora, herbivora, burung dan ikan, penutupan LK memengaruhi operasional dalam mencukupi kebutuhan pakan dan obat obatan.

Karena itu, untuk membantu mereka, KLHK telah mengalokasikan pakan dan obat obatan bagi LK yang membutuhkan.

"Kami tegaskan tidak ada LK yang mengorbankan satwa koleksinya untuk dijadikan pakan satwa lain. Pada dasarnya satwa yang ada di LK merupakan satwa milik negara," katanya.

Baca juga: Terdampak COVID-19, KLHK mohon relaksasi pajak lembaga konservasi

Untuk itu, apabila akan dilakukan pemindahan ataupun pengurangan satwa untuk kebutuhan pakan satwa lain harus seizin KLHK dan mengikuti proses ketentuan regulasi yang berlaku.

Dari pihak pengelola sendiri, ada yang menyiasati persoalan pakan satwa itu dengan melakukan penanaman sendiri. Salah satunya di LK "ex-situ" (di luar habitat alami) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

"Kami di TSI Cisarua sejak Maret 2020 menanam aneka sayuran dan buah-buahan untuk pakan satwa guna melakukan efisiensi," kata pimpinan Humas TSI Cisarua Yulius H. Suprihardo.

Karyawan di lingkup TSI Cisarua digerakkan untuk melakukan penanaman di area yang memungkinkan sayuran dan buah ditanam. Saat ini, aneka sayuran dan buah yang ditanam sudah bisa dipanen.

Secara bergotong royong karyawan melakukan penanaman berbagai jenis sayuran dan buah di lahan seluas satu hektare.

Adapun jenis sayuran yang ditanam saat itu mulai dari kacang panjang, bayam, ubi, jagung dan beberapa jenis tanaman lainnya. Tanaman tanaman yang sudah panen tersebut dimanfaatkan untuk pakan satwa.

Belakangan, kata dia, beragam partisipasi publik juga berdatangan untuk memberikan donasi bagi kebutuhan pakan dan obat-obatan bagi satwa di TSI Cisarua.

Pada Jumat (27/11), enam perwakilan mahasiswa dan mahasiswi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Jakarta memberikan donasi berupa 40 ekor daging ayam dan 20 kg daging sapi segar.

Kini, dengan kebijakan dan dukungan pemerintah serta mulai munculnya keterlibatan masyarakat yang bersimpati dengan menyumbang bantuan kepada LK satwa, kekhawatiran akan sulitnya pakan bagi satwa yang ada sudah menemukan solusinya.

Baca juga: Sebulan ditutup satwa di Ragunan tidak terlihat stress
Baca juga: Satwa TSI Bogor tetap dapat perawatan meski tak terima pengunjung

 

Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2020