Jakarta (ANTARA) - Upaya untuk mempercepat penurunan angka kasus stunting--kekurangan gizi kronis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan sehingga anak bertubuh lebih pendek ketimbang anak-anak seusianya-- terhambat semasa pandemi COVID-19.

Pembatasan-pembatasan yang diterapkan untuk meminimalkan risiko penularan virus corona, penurunan daya beli warga, hingga keterbatasan ruang fiskal pemerintah semasa pandemi COVID-19 termasuk faktor yang menjadi penghambat percepatan penurunan angka kasus stunting.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo sebagaimana dikutip dalam siaran pers BKKBN di Jakarta, Jumat, mengatakan bahwa dalam kondisi yang demikian, upaya yang lebih keras dibutuhkan untuk mencapai target penurunan angka stunting.

Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020--2024, ia mengatakan, angka kasus stunting di Indonesia pada 2024 ditargetkan turun menjadi 14 persen dari sekitar 27 persen.

"Dibutuhkan kesungguhan dan upaya keras agar bisa mencapai target tersebut," kata Hasto.

Ia mengemukakan perlunya strategi khusus dan reorientasi program untuk mempercepat penurunan kasus stunting.

BKKBN menerapkan strategi berbasis keluarga untuk mendukung percepatan penurunan kasus stunting.

"BKKBN akan melakukan program bina keluarga, menyasar keluarga yang memiliki anak di bawah usia lima tahun dan juga di bawah dua tahun," kata Hasto.

Upaya berbasis keluarga BKKBN untuk mendukung percepatan penurunan angka stunting, menurut dia, juga mencakup pencegahan perkawinan pada usia dini yang selama ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi masalah keterlambatan tumbuh pada janin.

Baca juga:
Presiden ingin hanya satu badan tangani stunting
Pemerintah targetkan angka "stunting" di bawah 680 ribu per tahun

Pewarta: Katriana
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2020