Jakarta (ANTARA) - Di tengah kekhawatiran terkena COVID-19, melahirkan di rumah tetap bukan menjadi pilihan paling aman saat ini.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan RS Pondok Indah - Bintaro Jaya, Merwin Tjahjadi mengatakan, selama persalinan terkadang ada hal-hal yang tidak bisa diprediksi, salah satunya risiko pendarahan yang perlu segera mendapatkan pertolongan pihak medis agar tak berujung kematian pada ibu.

Baca juga: Cerita Cut Meyriska tentang pengalaman melahirkan saat pandemi

"Di era pandemi ini, masyarakat khawatir ke rumah sakit. Melahirkan di rumah banyak hal yang tidak bisa kita prediksi dan itu berisiko. Apabila berlangsung dengan baik melahirkan di rumah, kita berbahagia. Tetapi apabila ketika melahirkan di rumah lalu ada pendarahan, tentu risiko sangat besar. Tetap disarankan melahirkan di pelayanan kesehatan," kata dia dalam webinar "Aman Melahirkan di Masa New Normal", Rabu.

Selain pendarahan, ada risiko bayi tak kunjung lahir, detak jantung janin menurun saat ibu berusaha mengejan sementara dia tak segera mendapatkan pertolongan medis dan ini bisa berujung gawat janin.

"Persalinan fase satu, apakah maju atau tidak, berhari-hari tidak lahir-lahir. Lalu jika ibu berusaha mengejan detak jantung menurun, itu harus mendapatkan pertolongan segera. Lalu setelah bayi lahir, ada pendarahan harus dilakukan pertolongan segera, kemudian ada robekan luas harus dijahit, dijahitnya di rumah sakit," ujar Merwin.

Hal senada diungkapkan dokter di National Health Service (NHS), Punam Krishan. Dia mengatakan, ketimbang melahirkan di rumah, pilihan lebih aman adalah menjalani proses ini di fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit karena ada tim medis yang dapat memantau dan memfasilitasi proses melahirkan secara aman.

"Beberapa wanita mungkin merasa melahirkan di rumah lebih aman, tetapi pilihan ini membawa risiko, dan mungkin bukan pilihan yang aman jika bidan tidak bisa, misalnya," kata dia seperti dilansir Al Jazeera.

Baca juga: Melahirkan di masa normal baru, beda dengan sebelum pandemi COVID-19?

Di sisi lain, penyedia fasilitas kesehatan saat ini sudah belajar menerapkan protokol kesehatan COVID-19 yang benar, sehingga pasien termasuk para ibu hamil tetap aman melahirkan di rumah sakit.

Mereka akan mewajibkan ibu hamil yang akan melahirkan untuk melakukan tes swab, memisahkan ruang bersalin ibu yang sehat dan terkena COVID-19, menutup akses kunjungan pada pasien kecuali keluarga terdekat, pihak yang menunggu persalinan perlu menjalani screening COVID-19 serta menyediakan kamar bersalin dan operasi bertekanan negatif untuk memastikan keamanan pasien selama persalinan.

"Ketika ibu hamil datang ke UGD dengan tidak diketanui status COVID-19, maka dilakukan triage UGD. Kami beruntung bisa melakukan prosedur gold standard. Jadi, pasien langsung dilakukan PCR swab di tempat dan hasil bisa keluar 2-3 jam, sehingga kita bisa memilah mana kasus yang non-COVID-19 maupun yang terkonfirmasi positif, lalu penanganan bisa langsung dilakukan," demikian papar Merwin.

Selama berada di fasilitas kesehatan, baik pasien maupun pengantar tetap diwajibkan mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan hand sanitizer selama 20-30 detik terutama usai menyentuh benda publik, lalu menjaga jarak dengan pasien lain sekitar lebih dari satu meter misalnya saat menaiki tangga.

Hal lain yang juga perlu diterapkan yakni tidak menyentuh wajah terutama mulut, hidung dan mata serta laporkan kondisi atau gejala sakit secara jujur pada pihak medis.

Saat keluar dari fasilitas kesehatan, tetaplah mengenakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak dari orang lain.

Baca juga: Indra Brasco bagikan kisah dampingi istri melahirkan saat pandemi

Baca juga: Dokter minta ibu hamil tidak khawatir melahirkan saat pandemi

Baca juga: Ibu melahirkan dan bayi dituntut beradaptasi dengan normal baru

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2020