Denpasar (ANTARA) - Salah satu wali kelas 5 sekolah dasar di Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Bali, I Nyoman Krisna Mahendra Hardiputra mengatakan bahwa sejak menerapkan sistem pembelajaran secara daring, ia sempat mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian objektif kepada para siswa-siswanya.
 
"Sebenarnya untuk menilai secara objektif itu yang susah, mengingat lebih banyak peran orang tua disini, jika orang tuanya aktif membantu anak, pasti nilainya besar, sedangkan yang bekerja sendiri biasanya lebih kecil nilai. Kendalanya, penilaian secara objektif itu yang susah kami lakukan karena tidak tatap muka, dan kami tidak bisa memberi nilai secara langsung," kata Krisna Mahendra, saat dihubungi melalui telepon di Denpasar, Senin.
 
Ia mengatakan pada setiap pemberian ulangan dilakukan melalui pengisian via google form, rata-rata nilai yang didapat siswa cukup besar. Meskipun siswa tersebut di kelas sebelumnya termasuk dalam golongan siswa dengan nilai yang kurang.
 
Sedangkan untuk ujiannya di setiap penilaian subtema, penilaian formatif, tengah semester dan ulangan semester, menggunakan google form yang diisi oleh para siswa.

Baca juga: Santri Ponpes Darunnajah wajib tes COVID-19 sebelum belajar tatap muka

Baca juga: Prokes di Unsyiah diperketat saat pemberlakuan belajar tatap muka
 
Selama masa pandemi COVID-19, guru tetap datang ke sekolah untuk memberikan pelajaran secara daring dan melakukan kegiatan lainnya. Namun, untuk para siswa tetap belajar dari rumah.
 
Ia mengatakan bahwa sebelumnya sempat mengajukan belajar tatap muka ke Dinas Pendidikan Kabupaten Gianyar, namun belum diizinkan untuk melaksanakan pembelajaran secara tatap muka.
 
"Kebetulan, kondisi COVID-19 di wilayah tempat saya mengajar untuk saat ini masih masuk zona oranye," ujarnya.
 
Selama pembelajaran, Krisna Mahendra mengatakan mengaku kesulitan untuk sarana prasarana. Hal ini dikarenakan di sekolah tempatnya mengajar masih terkendala internet dan sarana prasarana penunjang sekolah daring.
 
"Tidak semua siswa memiliki perangkat gawai ditambah lagi belum semua orang tua di tempat kami mengajar melek teknologi, tidak semua memiliki handphone untuk kepentingan pengiriman tugas melalui grup whatsapp kelas. Ditambah lagi keterbatasan kuota yg dimiliki siswa untuk mengirimkan tugas kepada gurunya, syukurnya kini sudah ada bantuan kuota pendidikan dari Kemendikbud," ujarnya.
 
Sementara itu, menurut salah satu pengajar sekolah dasar di Kabupaten Karangasem, Bali, Dinda Dwi Cahya mengatakan bahwa hingga saat ini belum diadakan belajar tatap muka. Namun, hanya dilakukan untuk penyetoran tugas secara bertahap.
 
"Ada beberapa hambatan yang ditemui, ada yang punya gawai tapi kendalanya tidak bisa digunakan untuk internet. Syukurnya sekarang sudah ada kuota gratis dari Kemendikbud. Selain itu, ada orang tua yang terkadang sibuk bekerja kemudian jadi sulit untuk memberikan bimbingan bagi anaknya selama di rumah," ucap Dinda.*

Pewarta: Ayu Khania Pranishita
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2020