Kami terus mendetailkan produk apa saja yang paling dominan impornya. Namun demikian, langkah strategis ini perlu mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan substitusi impor bahan baku dan bahan penolong maupun barang modal untuk sektor industri minimal mencapai 15 persen pada 2021 sebagai bagian dari sasaran subtitusi 35 persen pada 2022.

“Kami terus mendetailkan produk apa saja yang paling dominan impornya. Namun demikian, langkah strategis ini perlu mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan terkait seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan,” kata Sekretaris Jenderal Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Bandung, Jawa Barat, Sabtu.

Ia menegaskan pemerintah bertekad untuk melindungi industri di dalam negeri, terlebih dengan adanya dampak pandemi COVID-19.

“Tentu tujuannya agar bisa lebih berdaya saing. Ada beberapa sektor yang kapasitasnya tidak terpakai (idle) atau terkena unfair trade, sehingga perlu kita lindungi,” ujar Sekjen Kemenperin itu melalui keterangan tertulis.

Kemenperin menghitung, saat ini utilisasi sektor industri di tanah air sekitar 56 persen karena imbas pandemi. Padahal sebelumnya mampu menyentuh 70 persen.

“Sebenarnya kita tidak anti impor. Sebab, bahan baku dan bahan penolong itu dibutuhkan oleh sektor industri kita untuk ditingkatkan lagi nilai tambahnya. Tugas kami adalah menjaga keberlangsungan usaha mereka,” kata Sigit.

Salah satu bahan baku yang impornya perlu ditekan ada di sektor industri kimia. Sedangkan untuk impor barang modal yang perlu disubstitusi, misalnya di sektor industri permesinan dan elektronik.

“Semua sektor masing-masing punya karakteristik yang berbeda. Untuk itu, kami sedang perdalam komoditasnya hingga HS number 8-digit,” imbuh Sigit.

Upaya yang dilakukan untuk penurunan impor pada sektor-sektor dengan persentase impor terbesar dijalankan secara simultan dengan upaya peningkatan utilisasi produksi.

Untuk itu Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur dan peningkatan investasi di sektor industri.

“Memang investasi punya andil yang sangat besar bagi perekonomian, seperti penyerapan tenaga kerja. Kami akan fasilitasi dan kawal realisasi investasi dari sektor industri. Hingga tahun 2023, ada rencana investasi di sektor industri dengan total nilai hingga Rp1.048 triliun,” kata Sigit.

Adapun kebijakan strategis meliputi implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 pada tujuh sektor industri prioritas, yaitu industri makanan dan minuman, kimia, tekstil dan busana, otomotif, elektronika, farmasi serta alat kesehatan.

"Target dari Making Indonesia 4.0 adalah Indonesia bisa masuk dalam 10 besar ekonomi dunia pada 2030,” ujar Sigit.

Saat ini, pemerintah tengah berupaya melakukan business matching untuk menarik investasi pada sektor-sektor industri yang potensial, termasuk tujuh sektor industri prioritas Making Indonesia 4.0.

Selain itu, target substitusi impor untuk sektor industri juga dapat dicapai melalui optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).

“Potensi belanja barang dan modal dari pemerintah sekitar RP546,5 triliun. Tentunya peluang ini tidak boleh kita lewatkan, akan kita awasi dan kelola untuk bisa dimanfaatkan oleh produk-produk dalam negeri,” kata Sigit.

Baca juga: Kemenperin pacu substitusi impor bidik kemandirian industri nasional

Baca juga: Kemenperin fokus capai target 35 persen substitusi impor pada 2022

Baca juga: Menperin petakan sektor industri yang dibidik untuk substitusi impor

Baca juga: Litbang Kemenperin aktif ciptakan inovasi pendukung substitusi impor


Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2020