Transformasi digital layanan publik secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap integritas ASN.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintahan "dilan" atau digital melayani merupakan salah satu program yang digaungkan oleh Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam periode kepemimpinan mereka.

Jokowi dan Ma'ruf menginginkan agar reformasi dalam pelayanan publik terus dilakukan, salah satunya dengan pelayanan berbasis digital atau elektronik.

Penerapan sistem digital akan membuat pelayanan publik lebih cepat dan transparan. Selain itu, alur birokrasi berbelit dan maraknya praktik pungutan liar yang selama ini menjadi stigma negatif dalam pelayanan publik juga dapat dihilangkan.

Program reformasi digital dalam pelayanan publik ini kemudian diejawantahkan oleh seluruh jajaran kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Baca juga: Indef sebut mayoritas pelaku ekonomi belum siap hadapi era digital

Transformasi digital di tubuh Kemenkumham telah dimulai sejak 2014. Hal tersebut untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi penyelenggaraan tata kelola pemerintah, khususnya dalam hal penyederhanaan dan percepatan pemberian layanan publik di bidang hukum dan HAM.

Seperti diketahui, perbaikan pelayanan publik telah menjadi fokus Presiden Joko Widodo sejak periode pertama kepemimpinannya. Empat tahun lalu, Jokowi telah meneken Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental.

Dalam inpres tersebut salah satu programnya adalah Gerakan Indonesia Melayani yang di antaranya berfokus pada penyempurnaan standar pelayanan dan sistem pelayanan yang inovatif serta peningkatan prilaku pelayanan publik yang cepat, transparan, akuntabel, dan responsif.

Tak bisa dipungkiri, adanya inpres tersebut turut menjadi pintu pembuka bagi Kemenkumham merevolusi layanan publiknya.

Baca juga: Fiorano dorong transformasi digital di Seylan Bank

Layanan berbasis digital

Mengutip data yang dirilis di situs resmi Kementerian Hukum dan HAM (www.kemenkumhan.go.id), hingga saat ini setidaknya terdapat 1.018 aplikasi pelayanan publik berbasis digital yang diluncurkan.

Ribuan aplikasi tersebut untuk mempermudah pelayanan di berbagai bidang yang ada di Kemenkumham, mulai dari urusan lembaga pemasyarakatan, imigrasi, administrasi hukum umum, hak asasi manusia, perancangan undang-undang, hingga kekayaan intelektual.

Salah satu layanan berbasis digital terbaru yang diluncurkan Kemenkumham adalah Lockvid 2020.

Lockvid 2020 merupakan ide inovatif dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk menjamin masyarakat bisa tetap mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya secara daring.

Adanya Lockvid 2020 diyakini bisa meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di DJKI karena masyarakat bisa mendaftarkan hak cipta, hak merek, serta hak paten dari mana saja dan kapan saja.

Baca juga: Bekraf ungkap lima hal agar pembiayaan HAKI bisa diimplementasikan

Layanan tersebut juga diharapkan mempermudah masyarakat dalam mengajukan permohonan pendaftaran hak kekayaan intelektual tanpa harus datang ke loket-loket fisik.

Ada pula inovasi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang memberlakukan kunjungan secara daring terhadap warga binaan pemasyarakatan.

Dengan sistem ini, keluarga maupun kerabat tetap bisa berhubungan dengan warga binaan pemasyarakatan tanpa harus datang ke lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan negara.

Selain mempermudah dan mempercepat pemberian layanan, dua contoh sistem berbasis digital tersebut juga memiliki andil dalam upaya memutus mata rantai penyebaran COVID-19 sebab meminimalisasi adanya interaksi langsung orang per orang.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan bahwa transformasi dalam pelayanan publik menjadi sebuah keharusan di tengah perkembangan era digital yang menuntut kecepatan, kecermatan, dan keakuratan.

Transformasi birokrasi digital, kata dia, juga tidak sekadar menyederhanakan dan memudahkan, tetapi juga menuntut seluruh jajarannya untuk bekerja lebih cepat, lebih cerdas, dan lebih cermat.

"Tugas kita melewati masa transformasi digital. Saat ini Kemenkumham sudah harus melangkah ke arah yang lebih maju dalam seluruh aspek tata kelola birokrasi dan pelayanan publik. Kami persembahkan komitmen kami untuk Indonesia," ujar Yasonna beberapa waktu lalu.

Baca juga: Sektor jasa perlu adaptasi terapkan digitalisasi

Sistem satu data

Banyaknya aplikasi yang dimiliki Kemenkumham pada akhirnya memerlukan percepatan dan akurasi tinggi dalam memperoleh informasi secara real-time.

Oleh karena itu, pada pertengahan Oktober 2020 lalu diperkenalkan sistem informasi satu data yang disebut Sada Kemenkumham. Sistem tersebut lantas ditetapkan sebagai single source of truth atau sumber tunggal kebenaran.

Sada Kemenkumham merupakan perwujudan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan juga Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia.

Melalui sistem berbasis digital tersebut, para pimpinan di Kemenkumham dapat mengakses berbagai informasi dan data yang disajikan melalui sebuah platform bernama Dashboard Executive.

Dashboard Executive dikatakan dapat menyajikan 267 data statistik dan 13 data rahasia di Kemenkumham.

Data yang disajikan melalui Dashboard Executive, antara lain mengenai profil para pejabat, penyerapan anggaran di masing-masing kantor wilayah Kemenkumham, jumlah warga binaan dan tahanan di tiap unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan, remisi yang diperoleh, serta jadwal pembebasan warga binaan.

Informasi mengenai jumlah pengajuan atau permohonan paspor serta status izin tinggal warga negara asing juga bisa diakses secara real-time melalui Dashboard Executive.

Baca juga: Pemerintah dinilai mulai tunjukkan komitmen bangun ekonomi digital

Selain itu, Sada Kemenkumham juga dimungkinkan diakses oleh masyarakat melalui platform bernama Dashboard Public. Aplikasi ini menampilkan data statistik yang disajikan pada layar informasi yang disediakan pada ruang pelayanan publik dan ruang tamu pimpinan Kemenkumham.

Untuk memastikan kelayakan dalam pengembangan serta pemanfaatan sistem layanan publik berbasis digital, turut dibentuk tim verifikasi uji kelayakan aplikasi Kemenkumham.

Tim tersebut bertugas melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelayanan publik berbasis digital di lingkungan Kemenkumham, serta memastikan layanan yang tersedia masih relevan digunakan oleh masyarakat.

Adapun pejabat yang masuk dalam tim tersebut, yakni Sekjen Kemenkumham, Inspektorat Jenderal, Direktur Jenderal (Dirjen) HAM, Dirjen Pemasyarakatan, dan Dirjen Imigrasi.

Selanjutnya, Dirjen Administrasi Hukum Umum, Dirjen Peraturan Perundang-undangan, Dirjen Kekayaan Intelektual, Kepala Balitbang Kemenkumham, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, dan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Baca juga: Kemenko: Transaksi e-commerce melonjak, namun pembeliannya lebih receh

Wujudkan ASN berintegritas

Pada akhirnya, transformasi digital layanan publik secara langsung maupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap integritas aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemenkumham.

Sekjen Kemenkumham Bambang Rantam Sariwanto berharap penerapan sistem digital ini dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik dan meminimalisasi pertemuan antara ASN Kemenkumham dan masyarakat.

"Kita harapkan mampu menghilangkan pungutan liar dan memperbaiki integritas ASN Kemenkumham," katanya.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan bahwa transformasi dan budaya kerja digital dapat menutup celah peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Digitalisasi dalam tata kelola pemerintahan dan pelayanan publikn untuk menjamin transparansi pemerintahan terwujud dan memotong alur birokrasi yang panjang sehingga tercipta kecepatan dalam berbagai pelayanan.

"Inilah yang ingin kita bangun, baik itu percepatan pengambilan keputusan maupun melayani masyarakat untuk bisa menutup peluang-peluang terjadinya ‘main mata’. Ini proses yang terus kami coba dalam memperpendek jalur birokrasi dan membangun e-government yang menjadi salah satu upaya penting untuk menutup berbagai peluang korupsi yang ada," katanya.

Namun, kata Tjahjo, transformasi digital saja tidak cukup dalam mempersempit celah korupsi.

Baca juga: Menpan-RB: Transformasi dan budaya kerja digital tutup peluang korupsi

Dia berpandangan bahwa berbagai macam infrastruktur digital yang dibangun itu perlu diimbangi dengan pembangunan SDM Aparatur yang mumpuni.

Pembangunan SDM Aparatur harus dilakukan melalui pengembangan kapasitas dan kompetensi, serta harus mengarah pada transformasi budaya kerja yang lebih terbuka, dinamis, berdaya saing tinggi namun tetap memegang teguh nilai luhur dan kejujuran.

Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020