... Kemungkinan para pengawas 'dibeli' bandar narkoba yang dipenjara bisa dihilangkan atau diminimalisasi...
Semarang (ANTARA) - Pemakaian alat pengacak sinyal (jammer) di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara seharusnya mampu mencegah narapidana atau warga binaan berkomunikasi langsung dengan orang luar, apalagi sampai mengendalikan peredaran narkotika, psikotropika, dan obat terlarang.

Dari kasus Freddy Budiman (terpidana mati ini sudah dieksekusi pada Jumat, 29 Juli 2016), diketahui bagaimana para bandar narkoba masih bisa menjalankan bisnisnya dari balik penjara.

Bahkan, hingga sekarang jaringan lapas masih mewarnai pemberitaan di Tanah Air. Polsek Kebon Jeruk di DKI Jakarta, misalnya, hingga sekarang masih menyelidiki peredaran narkoba jenis sabu-sabu dari dua pelaku berinisial MHN (30) dan AGL (37) sebanyak 1,3 kilogram.

Kepala Polsek Kebon Jeruk, Komisaris Polisi R Sigit Kumono, di Jakarta, Jumat (11/9), mengatakan, mereka akan mengembangkan penyelidikan kasus jaringan lapas ini apakah ada kaitannya dengan jaringan internasional.

Pelaku berinisial MHN malah mengaku sudah 15 kali mengambil barang haram tersebut dari bandar di LP Cipinang sejak Maret 2020. Bahkan, bandar narkoba itu menelepon dia untuk menginformasikan akan ada perantara yang mengantar sabu-sabu itu.

"Saya dapat duit sekitar Rp5 juta dari bandar di lapas," kata MHN, sebagaimana diberitakan ANTARA.

Sebelumnya diwartakan, Polsek Kebon Jeruk di Jakarta Barat menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu-sabu senilai Rp1,8 miliar di rumah kontrakan dua pengedar di Jalan Gang Damai II RT04/02, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Senin (8/9).

Terkait dengan jaringan lapas/rutan ini, anggota Komisi III DPR Hinca Pandjaitan meminta pemerintah untuk memasang pengacak sinyal di seluruh lembaga pemasyarakatan guna mencegah terjadinya peredaran narkoba.

Hinca dalam keterangan tertulisnya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis (10/9), berharap pemasangan pengacak sinyal meminimalkan jumlah kasus peredaran narkoba yang memanfaatkan telepon genggam di dalam lembaga pemasyarakatan.

Hingga sekarang, peredaran narkoba di dalam lapas/rutan masih menjadi persoalan serius yang harus diselesaikan. Wakil rakyat ini lantas memandang perlu upaya reformasi pemasyarakatan karena persoalan peredaran narkotika di dalam lapas tidak bisa tuntas secara parsial.

"Saya sudah lihat sendiri kondisi dalam rutan/lapas sangatlah kumuh. Perbandingan jumlah sipir dan penghuni lapas pun sangat timpang. Akibatnya, pergerakan narapidana seakan tidak terkendali dan pengawasan menjadi lumpuh," kata politikus Partai Demokrat ini.

Sebagai akibat dari lumpuhnya pengawasan di dalam lapas, membuat bandar yang ada di dalamnya bisa bergerak bebas. Hal itulah yang akhirnya terjadi di Rutan Salemba, beberapa waktu lalu, dengan adanya napi yang membuat pabrik ekstasi dan napi yang diduga overdosis.

Selama ini, kata Hinca, di dalam lapas/rutan selalu membiarkan bandar besar bertemu setiap hari dengan pecandu. Bahkan, dengan banyaknya oknum petugas yang memanfaatkan situasi, membuat masalah ini makin merajalela.

Secara tidak langsung, menurut dia, sistem ini sudah membentuk pasar baru. Bukannya menyembuhkan, malah membuat kronis tingkat peredaran.

Pengacak sinyal di LP
Terkait dengan pernyataan Hinca yang meminta pemerintah untuk memasang jammer di seluruh lapas itu, Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Dr Pratama Persadha, mengatakan bahwa pemakaian teknologi pengacak sinyal itu sudah ada di LP/rumah tahanan.

Kendati demikian, kata dia, jangan sampai mengganggu komunikasi masyarakat sekitar lapas/rutan. Oleh karena itu, kekuatan jammer bisa disesuaikan dengan besar dan luasnya sel tahanan, kemudian dikontrol langsung dari pusat komando.

Penggunaan teknologi pengacak sinyal yang presisi ini, menurut dia, akan lebih efektif karena langsung melumpuhkan alat komunikasi. Namun, perlu disadari bahwa penggunaan teknologi ini akan sangat berguna bila dijalankan oleh SDM yang benar-benar bisa dipercaya.

Pusat komando inilah sebagai sarana untuk mengontrol penggunaan pengacak sinyal dan pendeteksi sinyal di setiap LP/rumah tahanan. Dengan pengawasan yang terpusat, pencegahan peredaran narkoba bisa lebih efektif karena menyasar langsung pada otak pelakunya.

Ia tambahkan pula bahwa pusat komando yang ada juga bisa dijadikan sebagai pusat komando televisi sirkuit tertutup atau closed circuit television (CCTV) di seluruh lapas se-Indonesia, seperti keinginan Kemenkumham.

Dengan penggunaan pengacak sinyal, pendeteksi sinyal, dan CCTV ini, seharusnya para bandar narkoba di lapas akan lumpuh dan tidak dapat mengatur bisnisnya lagi.

Ditekankan pula bahwa sistem yang bagus nantinya harus diimbangi dengan pengamanan yang kuat.

Bila nanti ada pusat komando untuk mengendalikan pengacak sinyal dan pendeteksi sinyal, dan CCTV, sebaiknya mengamankan sistem itu dengan teknologi enkripsi, seperti virtual private network (VPN) dengan pengamanan tinggi atau jaringan pribadi virtual.

Selain itu, pusat komando harus ada pengawasan dari tim yang bisa dipercaya, bukan hanya pihak LP, misalnya oleh tim gabungan antara Kementerian Hukum dan HAM, Badan Narkotika Nasional, dan pengelola LP.

"Kemungkinan para pengawas 'dibeli' bandar narkoba yang dipenjara bisa dihilangkan atau diminimalisasi," kata Pratama.

Tinggal niat baik dari pemerintah dan pihak terkait, mau atau tidak benar-benar memberantas narkoba sampai ke akar-akarnya. Pasalnya, hal ini merupakan persoalan yang sangat mudah diatasi dengan teknologi.

Jammer ini bisa dibeli, apalagi sudah ada industri lokal yang mulai memproduksi teknologi ini.

Selain lebih murah, penggunaan teknologi jammer dalam negeri lebih mudah kustomisasinya. Misalnya, jammer di lapas dengan power yang besar, sangat menggangu komunikasi masyarakat di sekitar lapas.

Akan tetapi, kekuatan pengacak sinyal bisa disesuaikan dengan besar dan luasnya sel tahanan, kemudian dikontrol langsung dari command center. Kustomisasi semacam ini yang seharusnya dilakukan.

Teknologi pengacak sinyal alias jammer maupun pusat komando ini semuanya bisa diproduksi oleh industri dalam negeri.

Pemerintah seharusnya bisa mendorong penggunaan produk dalam negeri ini, selain sebagai solusi teknologi, juga membantu industri menghadapi pandemik Covid-19.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020