Perlu sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat agar mampu melakukan pemilahan sampah
Jakarta (ANTARA) - Persoalan sampah kerap menjadi problem di DKI Jakarta mengingat terdapat 13 sungai yang melewati wilayah kota yang tidak pernah bersih dari sampah.

Sampah itu, saat memasuki musim hujan berkontribusi besar terjadinya banjir di Ibu Kota.

Pemprov DKI Jakarta setiap tahun harus menyisihkan sebagian anggarannya untuk membersihkan sungai, anak sungai, pintu air, dan drainase dari sampah agar terhindar dari banjir.

Tingkat kesadaran masyarakat yang rendah agar tidak membuang sampah di sungai menjadi penyebab ratusan ton sampah setiap musim hujan harus diangkat dari pintu air-pintu air yang ada di Jakarta.

Terkait persoalan yang terus berulang, warga yang tergabung dalam Gerakan Ciliwung Bersih (GCB) menyiapkan terobosan untuk membuat sampah itu memiliki nilai tambah sehingga ke depan tidak ada lagi masyarakat yang membuang sampah ke sungai.

GCB lantas menggandeng Comestoarra.com, perusahaan rintisan yang bergerak dalam pengolahan limbah sampah menjadi energi listrik. Dengan cara ini sampah atau limbah ini akan menjadi produk yang bermanfaat.

Inisiasi GCB untuk mengolah sampah menjadi energi juga mendapat dukungan berbagai pihak mulai dari PT PLN, PT Indonesia Power dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk.

Melalui program TOSS (Tempat Olahan Sampah di Sumbernya) GCB dan Comestoarra mengajak masyarakat untuk mengolah sampah menjadi energi yang bermanfaat bagi banyak orang.

Bahkan dengan mengolah sampah dari sumbernya akan menghentikan kebiasaan membuang sampai ke sungai.

Kritis
Menurut Ketua Badan Eksekutif GCB, Peni Susanti, kapasitas tempat pengelolaan akhir sampah (TPA) di sejumlah wilayah semakin kritis.

Bahkan sejumlah TPA mengalami bencana seperti longsor yang terjadi di TPA Cipeuncang, Tanggerang Selatan pada awal 2020 dan kebakaran TPA yang terjadi di Putri Cempo, Solo di Akhir 2019.

Baca juga: Pemprov DKI percepat pembangunan fasilitas sampah terpadu

Peni menambahkan bahwa, keberadaan TPS-3R dan Bank Sampah juga belum optimal karena masyarakat belum mampu melakukan pemilahan sampah di sumber. Bahkan tidak jarang, sampah dibuang ke sungai/kali sehingga menimbulkan pencemaran terutama di sektor hilir.

“Perlu sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan kepada masyarakat agar mampu melakukan pemilahan sampah di sumber. Oleh karenanya, GCB memfasilitasi masyarakat dan pihak terkait untuk bekerjasama dalam pelaksanaan pengolahan sampah di sumber melalui TOSS yang digagas oleh Supriadi Legino dan Sonny Djatnika Sunda Djaja,” ujar Peni

TOSS adalah metoda pengelolaan dan pengolahan sampah di sumber berbasis komunitas dengan mengubah paradigma pemilahan di awal menjadi pemilahan setelah proses pengolahan sampah berlangsung.

Melalui metoda peuyeumisasi (biodrying), bau tak sedap dari sampah akan hilang dan mengering dalam waktu 3-7 hari (tergantung material sampah).

Menurut penggagas TOSS dan juga Komisaris Utama Comestoarra.com, Supriadi Legino, perubahan paradigma pemilahan sampah tersebut dilakukan dengan cara seluruh sampah dimasukkan ke dalam kotak bambu berukuran 2 x 1,25 x 1,25 meter kubik dan mampu menampung sampah dengan berat 500 kilogram sampai satu ton.

Setelah sampah tidak bau dan sudah mengering, maka akan mudah bagi petugas sampah untuk memilah sampah organik, biomassa, plastik (PVC dan Non PVC), serta residu.

Konsep gotong royong sangat menunjang keberhasilan pengolahan sampah di sumber. Dari kajian sosiologi dan psikologi, masyarakat Indonesia membutuhkan teknologi yang sederhana namun sarat akan nilai-nilai budaya kata Supriadi.
Founder Comestoarra.com, Arief Noerhidayat dengan perangkat pembangkit energi berbahan baku sampah (Foto HO GCB)


Supriadi menambahkan bahwa TOSS dengan metoda peuyeumisasi (biodrying) adalah suatu konsep yang terinspirasi dari alam.

Pemilihan material bambu yang identik dengan masyarakat Indonesia, ukuran kotak peuyeum yang egronomis, serta penggunaan bioaktivator yang memanfaatkan bakteri untuk mengolah sampah merupakan suatu proses yang terinspirasi dari alam.

Baca juga: Jakpro kembangkan fasilitas pengolahan sampah di wilayah barat Jakarta

Dukungan
Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franciscus Welirang menyatakan kesiapannya untuk mendukung program ini.

Menurutnya, gerakan pengelolaan sampah menjadi sumber bahan baku energi ini memiliki nilai yang secara langsung juga mendorong terbangunnya ekonomi sirkular, sedangkan kepedulian berbagai pihak dalam mendukung pengembangan dan penerapan TOSS dengan metode peuyeumisasi ini sejalan dengan semangat ESR (Extended Shareholder Responsibility) sejumlah perusahaan.

Welirang berharap program ini akan mampu memberikan dampak positif yang lebih besar dalam upaya mengurangi sampah yang belakangan ini kian menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat secara luas.

GCB sendiri melalui kegiatan safari TOSS : Journey To The East berharap mampu mengedukasi dan menumbuhkan minat masyarakat mengolah sampah menjadi bahan bakar kerakyatan melalui TOSS dengan metode peyeumisasi, sekaligus menciptakan lingkungan yang lebih baik.

Selain berupaya untuk melakukan sosialisasi dan edukasi melalui media daring, Safari TOSS juga merupakan langkah untuk dapat memanfaatkan sampah yang telah diolah menjadi bahan baku padat (RDF) untuk mendukung program co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap sesuai dengan peraturan direksi PT PLN (Persero) Nomor 001.P/DIR/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap Berbahan Bakar Batu Bara dengan Bahan Bakar Biomassa serta target 100 persen rasio elektrifikasi serta capaian target 23 persen Energi Baru Terbarukan pada 2025 yang dicanangkan oleh Kementerian ESDM.
Tumpukan sampah di Pintu Air Manggarai (ANTARA FOTO/ Retno Esnir/ pras/ pri)


Menurut Ketua Pelaksana Safari TOSS dan CEO dari Comestoarra.com, Arief Noerhidayat, tujuan dari Safari TOSS ini adalah memperlihatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa masyarakat mampu memproduksi bahan baku energi kerakyatan yang bersumber dari material sampah.

Berdasarkan hasil observasi dan penelitian sejak 2016 terdapat tiga klasifikasi sampah, di antaranya: sampah domestik yang bersumber dari rumah tangga, perkantoran, hotel, kawasan, dan pasar yang didominasi oleh sampah organik makanan (60 persen), dan sampah plastik/ PVC dan Non PVC (20 persen).

Baca juga: Bank sampah di Sunter Agung olah limbah kulit telur jadi lukisan

Kedua, sampah residu termasuk di dalamnya sampah elektronik (20 persen).

Ketiga, sampah biomassa yang bersumber dari lahan pertanian, perkebunan, taman, hingga terabasan di sekitar jaringan listrik milik PT PLN (Persero), dan limbah kayu dan hutan yang bersumber dari lokasi pemrosesan kayu menjadi produk.

Dari ketiga klasifikasi sampah tersebut kemudian dibuat komposisi sampah hasil peuyeumisasi, diteliti pada laboratorium milik PT PLN (Persero) dan juga laboratorium eksternal / independen  dan melakukan uji coba sampah menjadi material padat sebagai bahan baku substitusi kayu bakar, gas, serta bensin dan solar.

Berdasarkan hasil laboratorium, sampah domestik yang diproduksi di sejumlah lokasi di antaranya TOSS Gerakan Ciliwung Bersih Jakarta, TOSS Batalyon Armed 7, Bekasi, TOSS Jepara (saat ini dikembangkan menjadi Tanjung Jati Organic Solution), TOSS Desa Sampalan dan Desa Akah Klungkung, TOSS TPA Regional Kebon Kongok Lombok (saat ini dikembangkan menjadi Jeranjang Olah Sampah Setempat), dan TOSS PLN UP3 Kupang, memiliki kalori antara 3200 – 4500 kcal/ kilogram.

Selain itu, melalui metoda peuyeumisasi moisture content dari material sampah tersebut dapat dioptimalkan di bawah 15 persen. Adapun kandungan debu (ash) berkisar antara 2 – 25 persen tergantung jenis material sampah.

Selanjutnya material tersebut diuji pada kompor pelet dan gasifier yang dikembangkan bersama dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Bali dan Malang.

Arief menyatakan bahwa saat ini kompor pelet dan juga gasifier telah diproduksi secara terbatas untuk kebutuhan penelitian dan pengembangan serta program CSR yang didukung penuh oleh PT PLN (Persero), PT Indonesia Power, dan juga PT Indofood Sukses Makmur, Tbk.

Produk TOSS berupa pelet sampah memiliki nilai kalori sekitar 3000 kcal/kg bahkan ada yang bisa mencapai 4000 kcal/kg, dapat dikonversi menjadi syntetic gas melalui metoda gasifikasi untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga disel (PLTD).

Syntetic gas tersebut membuka peluang untuk digunakan sebagai substitusi bahan bakar solar dan/atau gas sehingga merupakan potensi besar untuk menurunkan biaya pokok produksi pembangkitan listrik.

Dengan potensi listrik yang dihasilkan dari sampah itu diharapkan tidak ada lagi sampah yang dibuang di sungai yang kerap dituding penyebab banjir di sejumlah wilayah di Jakarta, bahkan dapat ditiru wilayah lain di Indonesia.

Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2020