Mataram (ANTARA) - Alkisah, kedamaian Negeri Botol terusik oleh kedatangan musuh berupa wabah misterius yang membuat pemimpin dan rakyat kelabakan, tak ada kepastian bagaimana cara melawan musuh itu.

Hal itu sinopsis dari pentas virtual Wayang Botol yang dimainkan enam dalang melalui Facebook wayangsasak.org dan YouTube: Sekolah Wayang Sasak, Senin (24/8) malam.

Keenam dalang dalam naskah karya Fitri Rachmawati, Sunan Satriaji Sulthan, Juang Alif Rachman, Imam Triana Syaputra, Roby, Wahyu Kurnia M.Sn dan Abdul Latief Apriaman.

Kembali kepada kisah kedamaian negeri botol itu. Belakangan rakyat yang semula takut akan kematian karena COVID-19 menjadi cuek, mereka melanggar aturan protokol menghadapi pandemi. Tak ada yang bermasker, tak ada jaga jarak, mereka sudah tidak percaya corona.

"Corona itu cuma rona-rona," kata rakyat negeri Botol sembari mengusir Pak Lurah yang tengah berpidato. Rona-rona yang dimaksud adalah wahana hiburan dengan beraneka ragam permainan, seperti komedi putar, bianglala, dan lain-lain.

Baca juga: Dalang dari tiga negara pentaskan wayang kulit bersama secara virtual

Baca juga: Petang ini ada pentas kenang maestro dalang wayang kulit Ki Nartosabdo


Keadaan ini membuat prihatin Raden Umar Maya--tokoh kharismatik kepercayaan Raja Jayengrana dalam pedalangan wayang Sasak. Raden Umar Maye menelisik apa gerangan yang membuat situasi sedemikian kacaunya.

Dalam penelusurannya Umar Maye menemukan sumber ketidakpercayaan rakyat negeri Botol pada COVID-19 adalah perilaku para pemimpin mereka yang plin-plan, yang tak bisa dipercaya.

Para pejabat negeri Botol membuat aturan dengan istilah-istilah asing, yang mereka langgar sendiri, sehingga membingungkan rakyatnya.

Saat negeri lain menutup pintu-pintu masuk, mereka malah membuka pintu lebar-lebar mengundang orang berwisata, memberikan tiket murah. Mereka membuat aturan jaga jarak dan melarang keramaian, tapi menggelar acara-acara seremoni yang di mana-mana.

Akhir dari kisah itu, Raden Umar Maya memberikan Gegandek saktinya kepada cucunya Kocet. Sang cucu kemudian berjalan keliling negeri menebar semangat melawan COVID-19 kepada penduduk negeri Botol.

Di wilayah paling merah, kocet membuka Gegandek pemberian Umar Maya. Dari dalam Gegandek muncul jarum suntik raksasa berwarna merah putih yang bergerak memusnahkan seluruh hantu COVID.

Negeri Botol pun bersih dari virus corona, semua bergembira. Rakyat Negeri Botol kembali hidup dalam kedamaian.

Baca juga: Amerika Bersatu "nanggap" wayang virtual

Baca juga: Pandemi virus memang goro-goro?


Mengenal pedalangan wayang sasak

Ketua Yayasan Pedalangan Wayang Sasak, Abdul Latief Apriaman menyebutkan Yayasan Pedalangan Wayang Sasak berdiri sejak Mei 2015.

Yayasan ini lahir dari keprihatinan sejumlah pemerhati dan pegiat seni dan budaya akan keberadaan Wayang Sasak di Lombok yang semakin meredup, katanya.

Jumlah dalang dan pertunjukan Wayang Sasak di pulau Lombok semakin berkurang dari hari ke hari. Kondisi ini amat disayangkan mengingat Wayang Sasak adalah sebuah seni tradisi peninggalan leluhur yang bernilai tinggi, katanya.

Wayang Sasak adalah seni tradisi yang berfungsi sebagai media penyuluh, media pemberdayaan bagi masyarakat suku Sasak di Lombok.

Semangat utama didirikannya Yayasan Pedalangan Wayang Sasak adalah upaya pelestarian seni pertunjukan Wayang Sasak agar generasi mendatang tidak kehilangan jejak budaya luhur mereka.

Yayasan Pedalangan Wayang Sasak memiliki visi: lestarinya Wayang Sasak sebagai suluh, media penyadaran dan pemberdayaan bagi masyarakat.

Karena itu, kata dia, untuk mencapai visi ini Yayasan Pedalangan Wayang Sasak memilliki misi, menyelenggarakan lembaga pendidikan sekolah pedalangan untuk mendidik dalang-dalang baru yang cerdas berintegritas.

Lalu, mengembangkan bentuk seni pertunjukan Wayang Sasak sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan Kebudayaan, serta memaksimalkan fungsi wayang Sasak sebagai media pemberdayaan dan media literasi berbasis budaya.

Baca juga: Kemendikbud dan Google Institute digitalisasi wayang

Baca juga: Kisah penyelamatan pohon terakhir di bumi melalui wayang botol

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020