Jakarta (ANTARA) - Menteri Perdagangan Agus Suparmanto menyampaikan bahwa Indonesia memperoleh pengecualian dari pengenaan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard) oleh Afrika Selatan (Afsel) atas produk threaded fasteners of iron or steel: bolt ends & screw studs, screw studding and other hexagon nuts (fastener).

Fastener adalah sebutan lain baut pengencang, benda dengan ukuran kecil namun sangat penting dalam struktur sebuah bangunan.

“Afsel sangat terusik dengan banjirnya produk dari Tiongkok. Karena itu, mereka gencar melindungi industri dalam negerinya melalui safeguard. Namun demikian, kita tentu tidak tinggal diam dan mengupayakan Indonesia lolos dari pengenaan safeguard,” kata Mendag lewat keterangan resmi di Jakarta, Jumat.

Mendag mengungkapkan, penyelidikan pada 2019 oleh Otoritas Afsel atas produk fastener impor baru saja rampung dan menempatkan Indonesia dalam daftar yang dikecualikan dari pengenaan safeguard.

Tiap tahun sejak 2018, Afsel tidak pernah absen dalam penyelidikan safeguard produk fastener, masing-masing dengan cakupan HS yang berbeda.


Baca juga: Mendag sambut baik penghentian safeguard pupuk nitrogen di Ukraina
 

Sejak 1 Maret 2019, International Trade Administration Commission of South Africa (ITAC) selaku Otoritas Pengamanan Perdagangan Afsel melakukan penyelidikan atas permohonan South Africa Iron and Steel Institute (Petisioner). Penyelidikan tersebut berlangsung selama 17 bulan dan telah selesai dilakukan.

Dalam laporannya, ITAC menemukan semua prasyarat pengenaan safeguard berupa lonjakan impor, kerugian material industri domestik, dan hubungan sebab akibat di antara keduanya.

ITAC memutuskan memberlakukan safeguard berupa ad valorem duty selama tiga tahun. Afsel mengenakan bea masuk safeguard selama tiga tahun terhitung mulai 24 Juli 2020. Sesuai ketentuan WTO, tarif akan diliberalisasi memasuki tahun kedua dan tahun ketiga.

Tarif tahun pertama ditetapkan sebesar 54,04 persen; lalu diliberalisasi menjadi 52,04 persen di tahun kedua; dan 50,04 persen pada tahun ketiga.


Baca juga: RI menang dari tindakan safeguard Filipina terhadap produk kaca
 

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi menjelaskan, pada awal penyelidikan, Indonesia ingin memastikan mendapat keistimewaan negara berkembang yang pangsa impornya di Afsel kurang dari 3 persen.

“Sementara ini kita sudah mendapatkan apa yang kita minta ke Otoritas Afsel, tapi harus diwaspadai karena pengecualian Indonesia tidak permanen. Afsel akan terus mengamati pergerakan impornya. Indonesia bisa langsung dikenakan bea masuk safeguard jika dalam periode pengenaan terjadi lonjakan tajam impor dari Indonesia melampaui ambang batas 3 persen,” terang Didi.

Direktur Pengamanan Perdagangan Pradnyawati menjelaskan, Indonesia dari awal bersikap kooperatif dan tidak menentang penyelidikan safeguard Afsel. Indonesia lebih berupaya agar dapat dikecualikan dari pengenaan safeguard.

“Kita sudah hitung pangsa pasar kita di sana kurang dari 3 persen. Pada saat itu kita langsung meminta kepada Afsel supaya Indonesia dikecualikan dari pengenaan bea masuk safeguard jika penyelidikan ini selesai,” tutur Pradnyawati.


Baca juga: Kemenperin siapkan safeguard dan antidumping, amankan industri tekstil

Baca juga: Pelaku usaha tekstil minta pemberlakukan "safeguard" pakaian jadi


Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020