Dia minta dikembalikan lagi plafonnya sehingga menjadi Rp30 triliun
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menambah alokasi plafon Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp190,73 triliun setelah dua bank meminta tambahan plafon sebesar Rp22,2 triliun karena permintaan kredit yang meroket pada masa pandemi COVID-19.

“Posisi plafon yang sudah diambil perbankan sebelumnya mencapai Rp176,53 triliun sehingga menjadi Rp198,73 triliun,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis.

Iskandar menyebutkan sebelumnya ada satu bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menurunkan plafon KUR sebesar Rp12,2 triliun dan sudah disetujui pemerintah.

Namun tanpa menyebut nama bank, Iskandar menjelaskan bank tersebut meminta kembali plafon KUR tersebut karena pada Juli 2020 permintaannya malah meningkat pesat.

Baca juga: Pekerja terkena PHK bisa manfaatkan KUR super mikro bunga nol persen

“Dia minta dikembalikan lagi plafonnya sehingga menjadi Rp30 triliun,” imbuhnya.

Sedangkan satu bank lainnya yang menjadi penyalur KUR terbesar, menambah plafon sebesar Rp10 triliun sehingga total menjadi Rp130,2 triliun.

Pemerintah memberikan kebebasan kepada bank dan lembaga penyalur untuk menyalurkan KUR di luar sektor perdagangan atau sektor produksi selama masa COVID-19.

Dengan besaran plafon KUR menjadi Rp198,73 triliun itu juga sekaligus melampaui target plafon tahun ini mencapai Rp190 triliun.

Sementara itu realisasi KUR hingga Juli 2020 mencapai Rp89,2 triliun yang diberikan kepada 2,67 juta debitur dengan total outstanding mencapai Rp167,87 triliun.

Baca juga: Pemerintah bakal lanjutkan KUR tanpa bunga untuk ibu rumah tangga

Penyaluran KUR pada masa COVID-19 menurun tajam dari sebesar Rp18,9 triliun pada Maret 2020 menjadi hanya Rp4,75 triliun pada Mei 2020.

Namun, secara bertahap permintaan KUR kembali naik dengan penyaluran pada Juli mencapai Rp13 triliun.

Porsi penyaluran KUR terbesar di sektor perdagangan sebesar 42 persen disusul pertanian 30 persen dan jasa 15 persen dengan total kredit bermasalah (NPL) tergolong rendah mencapai 1,07 persen.

“Ini tidak terlepas dari program KUR yang memberikan restrukturisasi dan POJK 11 sehingga KUR direstrukturisasi tentunya masuk kategori 1 dan 2 sehingga NPL relatif terkendali dan turun dibandingkan sebelumnya 1,13 persen,” katanya.

Baca juga: Pemerintah ingin genjot KUR berbasis klaster

Baca juga: Pemerintah perkirakan realisasi KUR 2020 capai Rp160 triliun


 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020