Tanpa penguatan permodalan, kita tidak bisa mengembangkan 'digital banking'
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya penguatan modal perbankan untuk bisa mengembangkan layanan perbankan digital (digital banking) agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah, terutama kaum milenial.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan saat ini industri perbankan dituntut untuk dapat terus mengembangkan teknologi informasi untuk menciptakan kemudahan dalam bertransaksi. Namun, layanan yang mudah tersebut tentu ada harganya.

"Nah, di samping mengembangkan teknologi informasinya, yang paling penting adalah bank-bank kita harus melakukan penguatan permodalan. Kenapa? Karena tanpa penguatan permodalan, kita tidak bisa mengembangkan digital banking . Kalau kita tidak bisa mengembangkan digital banking, ya pasti akan ditinggalkan oleh nasabahnya," ujar Heru dalam sebuah seminar daring di Jakarta, Kamis.

Baca juga: OJK perkirakan penyaluran kredit perbankan bakal bangkit pada Juli

Heru menuturkan nasabah-nasabah milenial pasti akan lebih nyaman melakukan transaksi secara digital melalui ponsel pintar dibandingkan mendatangi kantor bank.

Bank pun dinilai tidak boleh abai dan masih beranggapan bahwa nasabahnya akan loyal dan akan tetap datang ke bank walaupun tidak memiliki layanan digital.

"Ini zaman dulu. Sekarang orang loyalnya hanya dengan smartphone. Percaya sama saya, nasabah tidak akan loyal lagi. Kita diminta jauh-jauh datang ngantre, belum nanti kalau petugas banknya lagi capek berhenti dulu , itu tidak ada yang mau kayak gitu. Maunya cepat, maunya aman," kata Heru.

Ketua Umum Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) Supriyatno pun setuju dengan Heru bahwa permodalan memang sangat penting dalam mengembangkan digital banking, namun kemampuan dari bank pembangunan daerah (BPD) tidak sama.

"Bank BUKU I dan II apa yang harus mereka lakukan, di satu sisi kecepatan perubahan transformasi digital begitu cepatnya, sehingga tidak ada lagi kita bicara loyalty customer, sekarang kita harus lari dan di samping permodalan, ada capacity human capital. Bagaimana pemain daerah seperti kami yang juga dibebani kewajiban-kewajiban pemda untuk mengatasi permasalahan semacam ini," ujar Supriyatno.

Menanggapi hal tersebut, Heru pun mengatakan BPD dapat membuat suatu layanan bersama untuk dapat mengembangkan layanan digital banking di daerah-daerah.

"Ini rasanya juga sudah dimulai juga oleh bankir di daerah untuk membuka layanan bersama, bergabung layanan teknologinya dengan BPD yang lebih besar. Itu rasanya juga suatu terobosan agar mereka nanti tidak ditinggal oleh para nasabahnya," kata Heru.

Aktivitas layanan perbankan konvensional mulai menurun dan penggunaan digital banking meningkat. Sebelum pandemi, tren penggunaan digital banking telah terlihat antara lain dari tren penutupan kantor cabang dan  penurunan pembukaan ATM oleh bank.

Pada saat pandemi, aktivitas keuangan yang dilakukan dengan digital banking mengalami peningkatan. Berdasarkan data Markplus per April 2020, transaksi tanpa kartu (cardless) naik 15 persen, top up uang elektronik meningkat 21 persen, pembayaran kartu kredit naik 35 persen, pembayaran akun virtual tumbuh 50 persen, transfer uang meningkat 78 persen, dan top up dompet elektronik (e-wallet) naik 81 persen.

Baca juga: OJK sebut strategi pemulihan ekonomi dorong permintaan domestik
Baca juga: OJK: Banyaknya temuan kasus adalah hasil reformasi pengawasan

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2020