Status siaga karena telah mengalami 31-60 hari tanpa hujan (HTH) dan prospek peluang hujan rendah
Yogyakarta (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta menyebutkan sejumlah wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta berstatus siaga terhadap potensi bencana kekeringan meteorologis.

"Status siaga karena telah mengalami 31 sampai 60 hari tanpa hujan (HTH) dan prospek peluang curah hujan rendah kurang dari 20 milimeter per dasarian," kata Kepala Kelompok Data dan Informasi Stasiun Klimatologi BMKG Yogyakarta Etik Setyaningrum di Yogyakarta, Selasa.

Baca juga: Gempa magnitudo 5,2 getarkan Yogyakarta

Ia menjelaskan kekeringan meteorologis disebabkan berkurangnya curah hujan dari keadaan normalnya dalam jangka waktu yang panjang bisa bulanan, dua bulanan, atau lebih.

Etik menyebutkan sejumlah wilayah di DIY yang saat ini berstatus siaga kekeringan adalah Kecamatan Bambanglipuro, Banguntapan, Bantul, Dlingo, Imogiri, Jetis, Kasihan, Pajangan, Piyungan, Pleret, Pundong, Sanden, Sewon, Srandakan (Kabupaten Bantul).

Selain itu, Tegalrejo, Umbulharjo (Kota Yogyakarta), Rongkop (Gunungkidul), Galur, Kokap, Lendah, Panjatan, Pengasih (Kulon Progo), serta Berbah, Depok, Gamping, Kalasan, Seyegan (Sleman).

Baca juga: BMKG prakirakan curah hujan di Yogyakarta turun signifikan pada Juli

Selain itu, kata dia, sejumlah daerah lainnya di DIY ditetapkan berstatus waspada atau telah mengalami 21-30 HTH dengan prospek peluang curah hujan rendah kurang dari 20 milimeter per dasarian.

Daerah tersebut yakni Kecamatan Pandak (Kabupaten Bantul), Girisubo, Panggang, Purwosari, Tanjungsari, Tepus (Gunungkidul) dan Kecamatan Girimulyo Kalibawang, Sentolo (Kulon Progo), dan Cangkringan, Godean, Minggir, Mlati, Moyudan, Ngaglik (Sleman).

BMKG Yogyakarta mengimbau masyarakat serta pemerintah daerah yang wilayahnya masuk katagori waspada dan siaga kekeringan meteorologis untuk mengantisipasi dampak kekeringan ini terhadap sektor pertanian dan lingkungan.

Baca juga: Gunung Merapi menggembung, ahli minta masyarakat tidak panik

"Dampaknya mulai dari berkurangnya pasokan air pada lahan pertanian, meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan serta berkurangnya sumber air untuk kebutuhan rumah tangga," kata dia.

Berdasarkan hasil monitoring terhadap perkembangan musim kemarau, menurut dia, menunjukkan seluruh wilayah DIY sudah memasuki musim kemarau dan puncak musim kemarau diprakirakan pada Agustus 2020.

"Secara normalnya awal musim hujan DIY dimulai pada pertengahan Oktober hingga awal November," kata Etik Setyaningrum.

Baca juga: Kasus positif COVID-19 di DIY bertambah 16

 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020