Tinggi muka air saja belum kembali seperti semula. Jadi masih mudah terbakar kalau masih terus dilakukan upaya pembakaran
Jakarta (ANTARA) - Deputi III Bidang Edukasi Sosialisasi Partisipasi dan Kemitraan pada Badan Restorasi Gambut (BRG) Myrna A Safitri PhD mengatakan pihaknya terus melakukan sejumlah upaya untuk membantu pemulihan ekosistem gambut di Indonesia melalui empat tahapan.

"Pertama, kita melanjutkan infrastruktur untuk membantu pembasahan lahan gambut," kata dia saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Setelah tertunda, BRG akan lanjutkan pembangunan sekat kanal

Pembangunan infrastruktur tersebut di antaranya pembuatan sumur bor dan sekat kanal yang dapat menyimpan cadangan air di lahan gambut.

Tahapan kedua ialah BRG melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur yang ada agar fungsinya semakin baik terutama menjamin ketersediaan air di lahan gambut tersebut.

Baca juga: BRG tetap perbaiki dan pelihara sekat kanal selama pademi COVID-19

Ia mengatakan proses pemulihan lahan gambut yang sudah rusak di berbagai daerah membutuhkan waktu yang cukup lama. Kerusakan tersebut sudah terjadi puluhan tahun lalu, sementara upaya pemulihan dengan restorasi gambut baru berjalan empat tahun jadi belum bisa mengembalikan secara maksimal.

"Tinggi muka air saja belum kembali seperti semula. Jadi masih mudah terbakar kalau masih terus dilakukan upaya pembakaran," katanya.

Baca juga: Gerbang Tani Kalbar berharap BRG tidak dibubarkan

Baik BRG maupun pemerintah sepakat bahwa kerusakan lahan gambut di Tanah Air karena adanya pembakaran.

Selanjutnya, tahapan ketiga yang dilakukan BRG ialah melakukan edukasi kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lagi termasuk kepada para petani yang diselenggarakan Sekolah Lapang.

"Di Sekolah Lapang itu kita memperkenalkan teknik pertanian tanpa bakar," ujar dia.

Terakhir, guna meminimalisir kebakaran lahan gambut, BRG juga melakukan pemantauan dengan alat deteksi Sistem Pemantauan Air Lahan Gambut (SIPALAGA). Alat tersebut berfungsi untuk mengetahui apakah gambut tersebut masih basah atau sudah kering berdasarkan ketinggian air di bawah tanah.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020