Jakarta (ANTARA) - RUU Masyarakat Adat harus dipastikan memenuhi perlindungan dan pemenuhan hak-hak kolektif perempuan adat mengingat peran dan fungsinya sebagai penjaga ketahanan hidup komunitasnya dengan mengelola sumber-sumber hidup di dalam wilayahnya.

Ketua Umum PEREMPUAN AMAN Devi Anggraini dalam diskusi bertemakan Perempuan Adat dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam yang dilaksanakan secara daring diakses di Jakarta, Kamis, mengatakan namun ternyata pandangan dan kepentingan perempuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam belum hadir bahkan cenderung diabaikan dalam beragam proses pembangunan baik di komunitas adatnya maupun dalam kehidupan publik yang lebih luas.

Seringkali, menurut dia, suara mereka yang mengemukakan kepentingan atas pengelolaan sumber daya alam dianggap sebagai pembicaraan harian yang tidak penting dalam proses pengambilan keputusan.

PEREMPUAN AMAN mencatat bahwa konflik sumber daya alam yang sedang berlangsung di berbagai wilayah masyarakat adat, tidak hanya menurunkan kualitas lingkungan tetapi berdampak nyata pada penyingkiran identitas diri sebagai perempuan adat, tidak diakuinya pengetahuan dan ketrampilan perempuan adat berbasis sumber daya alam, tingginya tingkat diskriminasi sampai menjadi korban kekerasan ekonomi, kata Devi.

Menurut dia, wilayah adat dirampas, tanah pertanian hilang, hingga hilangnya mata pencaharian perempuan adat. Pengangguran dan kekerasan domestik menjadi hal yang kerap ditemui.

“Seperti yang terjadi pada Perempuan Adat Negeri Tananahu di Pulau Seram, Maluku Tengah yang terpaksa harus masuk ke dalam hutan untuk memenuhi kebutuhan pangannya,” ujar dia.

Ia menyebut aparat keamanan perusahaan perkebunan di sana kerap mengejar dan menjebloskan mereka ke penjara dan perempuan adat yang tertangkap menjadi korban pelecehan seksual bahkan perkosaan.

Kisah kelam Perempuan Adat Negeri Tananahu merupakan salah satu potret penyingkiran perempuan adat dan hilangnya wilayah kelola perempuan adat untuk mempraktekkan dan mengembangkan pengetahuannya berbasis sumber daya alam di Indonesia, kata Devi.

Hak Masyarakat Adat atas wilayahnya masih mendapat rintangan dengan rumitnya persyaratan, salah satunya pengakuan keberadaan masyarakat adat harus tertuang dalam produk hukum daerah. Artinya, menurut dia, secara hukum, masyarakat adat dianggap illegal di dalam wilayahnya sendiri, sementara peluang pihak luar untuk menguasai wilayah adat menjadi semakin terbuka.
Baca juga: Kriminalisasi 51 masyarakat adat terjadi, UU Masyarakat Adat dinanti
Baca juga: Komnas HAM: RUU masyarakat adat harus substantif
Baca juga: Jelang 100 hari Jokowi-Ma'ruf dan nasib RUU Masyarakat Adat
Baca juga: RUU Masyarakat Adat dan keseriusan pemerintah membahasnya


Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2020