Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali, Wayan Koster, meminta jajaran DPRD Provinsi Bali untuk tidak berlama-lama membahas Rancangan Perda tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi (RUED-P) Bali Tahun 2020-2050 karena dinilai sangat penting menjadi dokumen perencanaan energi di Pulau Dewata.

"Saya berharap jangan lama-lama dibahas di DPRD, karena dari Kementerian ESDM juga sudah menunggu. Dengan demikian kita nanti dapat mengedepankan penggunaan energi bersih yang mandiri dan berkelanjutan," kata Koster, di Denpasar, Senin.

RUED-P itu, lanjut dia, bertujuan menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali dalam mewujudkan Pulau Bali yang bersih, hijau dan indah.

Kemudian dengan membangun sistem energi bersih yang ramah lingkungan yang dijiwai filosofi Tri Hita Karana, yang bersumber dari nilai-nilai kearifan lokal Sad Kerthi dalam satu kesatuan wilayah, satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola.

Baca juga: PLN : Pasokan listrik tambahan ke Bali ditarget rampung tahun 2022

"RUED-P memuat isu dan permasalahan energi, kondisi energi daerah saat ini, kondisi energi daerah di masa mendatang, kebijakan dan strategi energi daerah, program dan kegiatan pengembangan energi bersih daerah, dan kelembagaan energi daerah," ujarnya.

Raperda ini, menurut Koster, merupakan produk hukum yang memuat dokumen perencanaan energi daerah, pertama kali di Indonesia yang dibuat dengan mengedepankan penggunaan energi bersih bertujuan agar Bali menjadi mandiri energi, berkelanjutan dan berkeadilan dengan tetap mendukung tujuan nasional.

"Yakni, secara bertahap dan pasti untuk meningkatkan bauran energi terbarukan, yang saat ini hanya 0,4 persen akan meningkat menjadi 11,15 persen pada 2025 dan menjadi 20,10 persen pada 2050," ujarnya.

Raperda itu juga merupakan amanat pasal 18 UU Nomor 30/2007 tentang Energi dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 1/2004 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Energi Nasional.

Baca juga: Bali didorong Bappenas jadi contoh pembangkit listrik tenaga sampah

Koster mengemukakan, kondisi kelistrikan yang telah dibangun di Bali pada 2019 dengan kapasitas terpasang dari seluruh pembangkit di Bali adalah sebesar 1.440,85 MW dengan rincian yakni kabel laut sebesar 400 MW, PLTU Celukan Bawang sebesar 426 MW, PLTG Pesanggaran 201,60 MW sedangkan PLT EBT sebesar 2,4 MW dan sisanya adalah PLT BBM (Gilimanuk, Pemaron dan Pesanggaran) sebesar 410,85 MW.

Sementara Daya Mampu yang dihasilkan sebesar 927,20 MW, mengingat bahwa pembangkit dengan bahan bakar BBM pada posisi siaga (tidak dioperasikan, kecuali dalam keadaan darurat), sedangkan beban puncak tertinggi dicapai sebesar 920 MW.

Baca juga: KESDM gandeng Jepang kembangkan pembangkit listrik di perairan Bali

"Apabila dibandingkan dengan daya mampu maka kondisi cadangan kelistrikan Bali hanya 0,77 persen dan ini masuk kategori sangat kritis, mengingat cadangan aman adalah minimal 30 persen dari beban puncak," ucapnya.

Selain pemanfaatan energi untuk pembangkit listrik, energi juga digunakan pada sektor lain terutama pada sektor transportasi, komersil, industri, rumah tangga dan sektor lainnya, terutama yang mendukung pariwisata.

"Sebenarnya pemerintah pusat masih ada keinginan untuk menambah 700 MW untuk Bali, tetapi dengan tegas saya saya sudah menolak karena saya ingin Bali itu mandiri energi. Jika mengandalkan pasokan dari Jawa juga tidak cocok dengan konsep mandiri energi dan energi bersih yang ramah lingkungan," kata Koster.

Baca juga: DPR dorong kemandirian energi listrik Bali

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020